THE WORD (Part-3)



Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. (Yoh. 1:1-3)

Injil Yohanes adalah kitab keempat yang Tuhan pakai untuk menyaksikan Anak-Nya datang ke dunia. Jelas bahwa kitab ini bukan saksi tunggal karena saksi tunggal tidak sesuai dengan prinsip kebenaran seturut firman Allah. Sejak dalam Perjanjian Lama tidak diizinkan seorang mengadu kepada tua-tua hanya dengan saksi tunggal. Jikalau engkau melihat seorang bersalah dan akan mengadukannya, maka engkau harus mempunyai dua atau tiga orang saksi. Saksi tunggal bukanlah prinsip Alkitab; saksi tunggal dianggap tidak sah karena saksi tunggal memberikan lowongan kepada Iblis, dapat memudahkan orang yang dendam untuk mencari-cari alasan menjatuhkan orang yang tidak bersalah. Dalam Perjanjian Baru, Tuhan memakai prinsip yang sama, jika ada majelis atau penatua yang bersalah dan ada yang mau mengadukan, maka harus ada 2 atau 3 orang saksi.

Agama Kristen berbeda dengan agama lain karena Alkitab yang adalah wahyu Allah, tidak diterima oleh saksi tunggal. Dari Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru diperlukan 40 orang yang hidup di zaman dan latar belakang budaya yang berbeda; meski demikian Alkitab menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dicela. Alkitab adalah kesaksian dari Tuhan yang sama; diberikan melalui orang-orang yang tidak sama. Demikian juga dengan Injil, Tuhan memakai 4 saksi bukan saksi tunggal. Prinsip ini merupakan prinsip yang penting sekali.

Mengapa sekalipun Matius, Markus, dan Lukas sudah menuliskan kesaksian, Yohanes masih diperlukan untuk menuliskan Injil yang keempat? Itu dikarenakan ada bagian yang belum tersentuh oleh ketiga saksi sebelumnya. Ketika Yohanes menulis Injil Yohanes, ketiga Injil lainnya sudah ditulis puluhan tahun sebelumnya. Ketika itu, Paulus dan Petrus sudah lebih dari 20 tahun meninggal dunia. Urutan keempat Injil secara kronologis sebenarnya pertama-tama adalah Injil Markus (Markus adalah juru tulis Petrus), kemudian disusul Injil Matius. Setelah dua Injil ini ditulis, maka muncul dokter Lukas, seorang Yunani. Orang Yunani mempunyai kepekaan pentarikhan dan proses sejarah yang jauh lebih peka daripada bangsa-bangsa lain. Sebagaimana kita ketahui, bahasa Yunani mempunyai bentuk tenses yang jauh lebih rumit dari bahasa apapun di seluruh dunia. Susunan kronologi yang paling tepat dan teratur terdapat di Injil Lukas. Namun, setelah ketiga Injil selesai ditulis dan diedarkan, Tuhan masih memanggil Yohanes untuk menulis kesaksian yang keempat. Unsur dari inti sifat ilahi Kristus yang tidak begitu dipentingkan dalam ketiga Injil yang lain menjadi signifikansi yang unik dari Injil Yohanes. Matius memperkenalkan Kristus sebagai Raja orang Yahudi di dalam kerajaan yang disebut Kerajaan Sorga. Istilah Kerajaan Allah digunakan di tiga Injil lainnya, tetapi Matius secara khusus menggunakan istilah Kerajaan Sorga. Sebenarnya istilah ini sama, tetapi Matius khusus menekankan bahwa kerajaan yang dibangun Kristus berlainan dengan kerajaan di dunia. Semua kerajaan di dunia ini adalah kerajaan yang sementara, sedangkan Kerajaan Sorga adalah kerajaan yang kekal. Markus menekankan bahwa Yesus Kristus adalah Allah yang turun ke dalam dunia menjadi budak dan pelayan bagi seluruh umat manusia. Sedangkan Lukas menuliskan Yesus sebagai manusia yang utuh, Dia mempunyai sifat kemanusiaan yang sempurna, Dia mempunyai kemanusiaan yang dibuktikan melalui segala sesuatu yang pernah dialami, kesulitan yang dirasakan, penderitaan yang diterima. Semua itu membuktikan bahwa Dia adalah manusia yang penuh sengsara, seperti dinyatakan dalam Yesaya 53. Penekanan Injil Yohanes terletak pada Yesus Kristus sebagai Firman yang menjadi daging, Dia adalah Allah yang menjelma menjadi manusia, Dia tetap mempunyai sifat ilahi sewaktu berada di dunia. Injil Yohanes adalah satu-satunya Injil yang tidak mencatat tentang kelahiran Yesus dan kenaikan-Nya ke sorga. Bukan karena Yohanes tidak percaya, tetapi baginya Kristus adalah Allah. Dengan demikian tidak dipentingkan bagaimana Ia dilahirkan dan bagaimana Ia naik ke sorga.

Pada kalimat pertama Injilnya, Yohanes mencatat, “Pada mulanya adalah Firman.” Dia mulai dengan satu kata dalam bahasa Gerika, yaitu arche. Arche dipakai oleh Thales, Anaximander, Anaximenes, Pythagoras, dan oleh para filsuf sebagai yang disebut awal dari filsafat, awal pencarian hikmat. Para filsuf mau menyelesaikan satu hal, yaitu permulaan alam semesta. Thales mengatakan bahwa pada permulaan adalah arche (permulaan) yang bentuknya adalah air. Lalu, muridnya mengatakan bahwa pada permulaan bentuknya adalah uap. Sedangkan murid dari muridnya mengatakan permulaan itu bentuknya tak terbatas, sesuatu yang tidak terbatas.

Alkitab mencatat bahwa Yesus memanggil murid-murid-Nya dari Galilea, dan bukan dari Yerusalem. Bukankah Galilea merupakan tempat yang dihina oleh Yerusalem? Bukankah propinsi ini tidak mempunyai pendidikan terlalu tinggi? Apakah Yesus Kristus sengaja memanggil orang Galilea untuk menghina orang Yerusalem? Atau mungkinkah Yesus tidak mau murid-Nya terlalu pintar? Tidak! Apakah Yesus sengaja memanggil orang Galilea supaya lebih mudah untuk diatur? Tidak! Yesus memanggil mereka yang rendah hati. Banyak orang yang setelah berpendidikan tinggi menjadi congkak. Kecongkakan itu menutup kemungkinan mereka mendapat anugerah Tuhan secara lebih lagi. Meskipun secara gelar dan kesempatan belajar orang Galilea tidak tinggi, tetapi potensi yang ada pada Yohanes, Petrus, dan murid lain dari Galilea akhirnya mengagumkan seluruh dunia. Pengaruh Petrus dan Yohanes dalam seluruh sejarah manusia jauh melampaui pengaruh Sokrates, Plato, dan Aristoteles. Yohanes mempunyai kemauan untuk mendengar dan mengetahui segala sesuatu secara mendetail. Ia menerima semua yang diajarkan oleh Tuhan Yesus secara tuntas. Pada akhirnya ia dipakai Tuhan untuk mewariskan satu kitab yang melampaui teori filsafat semua orang di dunia, yaitu Injil Yohanes. Tulisannya melampaui pemikiran baik filsafat Timur, filsafat Cina – Konfusius maupun Lao Tze –, filsafat Barat, filsafat Gerika – dari Heraklitos atau Stoicisme –, maupun filsafat India dari Uphanisad ataupun Buddhisme. Yesus tidak mencari orang bodoh untuk dilatih di bawah-Nya, sebaliknya Yesus menemukan orang yang paling bijaksana namun karena mereka tidak mempunyai sesuatu yang dibanggakan maka mereka tidak menjadi arogan. Inilah pemuda pemudi yang dicari Tuhan. Tuhan mampu mendudukkan orang yang miskin di samping raja yang kaya, Tuhan mampu mengangkat orang dari tempat sampah menjadi orang yang paling bijaksana di seluruh dunia.

Ketika Injil Yohanes ditulis, Injil Matius, Markus, dan Lukas sudah jadi dan tersebar; jadi sebenarnya apa yang bisa ditulis lagi? Ternyata, dari sejak dia menulis kalimat pertama, langsung Injil Yohanes melampaui seluruh agama dan semua filsuf. Kalimat pertama yang muncul langsung mengejutkan seluruh dunia. Yohanes menulis kalimat pertamanya “pada mulanya”. Frasa ini menjadi pergumulan seluruh filsafat Gerika, yaitu ’arche’ (permulaan). Istilah ‘arche’ dikejar oleh Thales, Anaximander, Anaximenes, Pythagoras, dan orang-orang penting pada zaman itu, termasuk filsuf-filsuf lain dalam Miletian School (Arus Pikir Miletus). Ketika Yohanes menggumulkan tentang ‘permulaan,’ langsung ia menuliskan bahwa ‘pada mulanya’ adalah Firman, bukan air, bukan udara, bukan infinitas. Thales mengatakan “air adalah keberadaan yang paling awal dan paling ultimat.” Muridnya mengatakan bahwa udara adalah bentuk paling mula yang ada atau tampak. Muridnya yang lain lagi mengatakan, “Yang menjadi awal segala sesuatu adalah infinitas.” Pythagoras mengatakan, “Bilangan adalah faktor terpenting yang menjadi pembentuk segala realitas.” Baginya seluruh dunia tergantung pada angka. Angka di dalam seluruh tubuh (misalnya jumlah sel, dan lain-lain) menentukan engkau menjadi orang seperti apa. Angka menjadi sumber segala sesuatu; angka menentukan suara. Kalau angka 264 Hz itu adalah nada C. Angka menentukan segalanya termasuk kekayaanmu. Ketika nilai saham banyak yang turun, banyak orang stres. Saya tidak terpengaruh karena saya tidak bersandar kepada kekayaan. Bersandar kepada Tuhan membuat imanmu menjadi kuat, berbeda dengan yang lain.

Kita telah membahas bahwa istilah “In the beginning” (‘pada mulanya’) di dalam Alkitab hanya ada di dua tempat, yaitu di kitab Kejadian dan kitab Yohanes. Kitab Kejadian (ditulis oleh Musa) dimulai dengan ‘Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi’. Yohanes menulis, ‘Pada mulanya adalah Firman’. Kalau kita membandingkan antara Musa dan Yohanes, mereka sama-sama menuliskan ‘permulaan,’ di mana Musa menuliskan dalam bahasa Ibrani dan Yohanes menulis dalam bahasa Yunani. Namun, wilayah yang mereka tulis sangat berbeda. Ketika Musa menulis, dia sedang menceritakan permulaan alam semesta yang diciptakan oleh Tuhan. Sedangkan Yohanes tidak menceritakan permulaan alam semesta. Yohanes menuliskan sebelum segala sesuatu ada; permulaan dari segala permulaan, yaitu Tuhan Allah sendiri. Jadi, terdapat perbedaan esensi “permulaan” yang sangat besar. Jikalau kitab Kejadian mencatat permulaan dari segala yang dicipta; maka Yohanes mencatat permulaan Sang Pencipta. Dalam bahasa Tionghoa, kedua istilah ini ditulis dengan kata yang berbeda. Di dalam Kejadian 1:1 dikatakan ‘qi zhu’ sedangkan dalam Yohanes 1:1 dipakai ‘dai zhu’. Permulaan di kitab Kejadian adalah permulaan dari segala sesuatu ciptaan dalam karya Tuhan Allah, tetapi Yohanes mengatakan ‘permulaan’ itu bukan permulaan ciptaan, bukan permulaan sejarah, bukan permulaan ruang dan waktu. Allah ada lebih mula dari permulaan segala yang dicipta. Permulaan karya Allah itu adalah permulaan dari segala yang dicipta. Permulaan Allah adalah permulaan yang tidak dicipta. Di sini kita melihat perbedaan keberadaan yang contingent (kontingen) dan keberadaan yang incontingent (inkontingen). Contingent existence (keberadaan yang kontingen) dan incontingent existence (keberadaan yang inkontingen) sangat berbeda. Contingent bersifat terbatas dan sementara; incontingent bersifat tidak terbatas dan kekal. Misalnya: Stephen Tong ada mulai tahun 1940 (karena itu tahun kelahiran saya). Maka, Stephen Tong belum pernah ada di tahun 1930 dan pada waktu itu Stephen Tong tidak ada. Jadi saya ada pada waktu saya lahir, kelahiran saya menjadi permulaan saya. Permulaan saya tidak dapat dibandingkan dengan permulaan sejarah, karena ketika sejarah mulai, saya belum ada. Sampai kapan Stephen Tong ada? Jika Stephen Tong ada hingga tahun 2000, maka Stephen Tong ada selama 60 tahun. 60 tahun itu disebut span of my existence (rentang keberadaan saya). Setelah tahun 2000 saya tidak ada, maka engkau tidak bisa lagi membicarakan Stephen Tong akan mengadakan KKR di mana pada tahun 2001. Keberadaan saya adalah keberadaan yang riil, faktual, dan sungguh-sungguh, tetapi ada mulanya dan ada akhirnya. Mula dan akhir ini menjadi ikatan bagi keberadaan saya dan keberadaan saya tidak mungkin melampaui 2 angka ini.

Setelah seseorang tidak ada lagi, kita hanya bisa mengingatnya dalam memori. Bagi yang melahirkan anak sebelum mati, maka dianggap bahwa he is survived by his son (ia diselamatkan oleh anaknya), hidupnya di dunia diteruskan oleh anaknya. Orang Tionghoa menganggap hal ini penting sekali. Mensius mengatakan salah satu kekurangajaran terbesar adalah orang yang menikah lalu tidak mau punya anak. Akibatnya orang Tionghoa menganggap bahwa agama Kristen adalah agama Barat yang mengajar anak untuk tidak taat pada orang tua. Padahal, agama lain pun juga impor dari negara lain, termasuk agama Buddha di Tiongkok diimpor dari India, dan justru mengajarkan agar para rohaniawannya tidak menikah. Ini jelas melanggar prinsip dan kebudayaan orang Tionghoa.

Ketika Yohanes mengatakan “pada mulanya adalah Firman”, ia menyatakan tentang sesuatu yang kontingen dan inkontingen. Jika saya ada mulai tahun 1940 dan meninggal pada tahun 2000, namun saya melahirkan David Tong dan dia bisa hidup sampai 2080, maka melalui keberadaan David Tong, saya bisa meneruskan keberadaan saya hingga tahun 2080. Ini disebut silsilah satu keluarga. Suatu keberadaan kontingen diselamatkan melalui kelanjutan keberadaan kontingen lainnya. Hal ini merangsang pikiran seorang filsuf bernama Thomas Aquinas, dengan bukunya “The Five Ways of Evidence that God Exists.” Ia mengatakan, “In the contingent existing world, there must be one incontingent existence forever and ever.” Di dalam keberadaan dunia yang kontingen, harus ada suatu keberadaan inkontingen yang selama-lamanya ada. Kalau keberadaan inkontingen tidak ada, maka keberadaan kontingen tidak mungkin ada. Keberadaan kontingen boleh ada dan boleh tidak ada karena bersifat sementara dan tidak mutlak. Tetapi, tidak mungkin bisa ada keberadaan kontingen jika tidak ada keberadaan inkontingen yang mutlak, yang melandasi semua keberadaannya. Maka “keberadaan inkontingen merupakan keharusan mutlak untuk menjadi fondasi dari seluruh keberadaan kontingen. Inilah Allah”. Di antara 5 jalan untuk membuktikan Allah ada, salah satunya adalah keberadaan inkontingen yang mutlak ini harus ada. Maka Allah tidak bisa tidak ada. Musa sudah mengatakan bahwa “pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” Di sini keberadaan kontingen telah dihasilkan oleh keberadaan Allah yang inkontingen. Dengan demikian dunia dan Pencipta dipisahkan. “Perbedaan kualitatif antara Pencipta dan ciptaan” adalah ciri khas iman Kristen. Bagaimanapun manusia menghina Tuhan, Tuhan tidak akan berubah karena Dia adalah Pencipta langit dan bumi, suatu keberadaan yang inkontingen.

Ketika Yohanes menulis, dia melampaui Perjanjian Lama. Dia bukan lagi menulis tentang keberadaan kontingen dan inkontingen, tetapi langsung membicarakan sifat inkontingensi yang begitu hebat. Yohanes tidak menulis “pada mulanya ada Allah dan Allah mempunyai teman baik yang namanya Firman. Lalu firman itu juga sama-sama dengan Dia sebagai Allah.” Tetapi dia menulis secara total terbalik. “Pada mulanya ada Firman. Firman itu bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah.” Saya sangat kagum dengan cara penulisan Yohanes. Dia sekarang mengatakan tema dari seluruh Injil ke-4, yaitu “Allah telah menjadi manusia di dalam sejarah”. Firman menjadi daging. Firman datang ke dunia. Firman yang menjadi kunci untuk mengaitkan dunia yang dicipta dengan Pencipta. Firman menjadi perantara bagi manusia yang dicipta dan Tuhan Pencipta. Di sini kebenaran yang begitu tegas dan jitu langsung disampaikan.

Yohanes berbicara tentang Firman untuk menegaskan tentang dasar iman Kristen, yaitu Allah Tritunggal. Jika ia menuliskan “pada mulanya ada Allah” maka itu tetap menunjuk ke Pribadi Pertama, Allah Bapa. Namun kini ia ingin menekankan bahwa yang menjadi daging itu adalah Allah, tetapi Pribadi Kedua. Untuk itu ia menekankan bahwa “pada mulanya ada Firman.” Cara penulisan di sini begitu ketat sehingga tidak memberikan kemungkinan salah mengerti. Penggunaan istilah “Firman” sedemikian penting. Istilah ini tidak sanggup dipikirkan oleh para filsuf atau para pendiri agama. Di seluruh dunia ada 27 kebudayaan yang paling penting, tetapi yang mengerti hal ini hanya tiga, yaitu Tiongkok, Gerika, dan India. Di Tiongkok, ‘Firman’ dimengerti sebagai ‘tao’; di India sebagai ‘brahma’; dan di Gerika sebagai ‘logos’.

Yohanes mengatakan ‘pada mulanya adalah Firman, Firman beserta Allah, Firman itu adalah Allah.’ Kalimat kedua dan ketiga sangat berbeda dengan semua filsafat yang ada. Ini berarti Firman itu inkontingen, ada pada Dirinya, kekal, tidak bisa rusak dan cukup dalam Dirinya. Jadi, semua yang berada karena dicipta adalah keberadaan yang sementara, yang kontingen, dan yang inkontingen hanyalah Firman. Di sini tidak dikatakan bahwa pada permulaan adalah Allah karena memang Allah itu ada pada mulanya. Tidak dikatakan bahwa yang inkontingen itu adalah Allah meskipun Allah memang inkontingen. Yang dikatakan adalah “pada mulanya Firman”, sehingga Firman itu inkontingen. Dalil yang paling mutlak di sini adalah “ada pada dirinya sendiri” (Self-existence). Saya berada karena ayah saya berada, ibu saya berada, dan mereka menikah, sehingga saya ada. Keberadaan saya kontingen karena merupakan hasil dari keberadaan orang tua saya. Demikian juga keberadaan kedua orang tua saya. Yang inkontingen adalah dalil-dalil yang mengandung sifat kekal dan memiliki kekuatan yang melampaui semua yang kontingen. Jadi pada mulanya ada kebenaran; pada mulanya ada prinsip dasar, ada unsur-unsur kebenaran yang tidak perlu dimulai. Allah tidak memerlukan suatu keberadaan yang mendahului keberadaan Diri-Nya dan menyebabkan keberadaan Diri-Nya. Dalil kebenaran ini namanya Firman. Pada mulanya adalah Firman dan Firman itu bersama Allah. Berarti Allah adalah Allah yang mempunyai dalil kebenaran sejak kekal, yang bersama-sama berada dengan dalil yang tidak berubah sejak kekal. Allah adalah Allah yang berfirman sejak kekal dan adalah Allah yang tidak berubah sejak kekal. Kita bukan memikirkan Allah yang tidak masuk akal atau kontra-logika, tetapi justru kita sedang membicarakan Allah yang kekal, yang bersifat inkontingen dan melampaui semua yang kontingen.

Pada mulanya adalah Kebenaran, Kebenaran itu beserta Allah, dan Kebenaran itu adalah Allah sendiri. Oleh karena itu, kita tidak boleh berbicara sembarangan tentang Kebenaran, karena Kebenaran itu sendiri adalah Tuhan Allah. Janganlah sembarangan mengatakan “saya benar dan engkau tidak benar”. Pernyataan itu harus ditunjang dengan sudah seberapa kita berpihak pada Allah yang adalah Kebenaran itu sendiri, sudah mengerti Kebenaran Firman Tuhan dengan tepat, dan mengerti rencana Allah, sehingga dengan kebenaran yang menempel itu kita berani mengatakan “saya punya kebenaran”. Konfusius tidak pernah mengatakan dia adalah kebenaran. Sakyamuni tidak pernah membicarakan dirinya adalah kebenaran. Hanya Yesus yang mengatakannya. Saya selalu mempersalahkan mulut saya yang kurang pintar menjelaskan. Sebenarnya seumur hidup saya berusaha menuntut diri untuk memikirkan secara tuntas dan berusaha agar mengerti bagian Firman Tuhan yang paling sulit. Itulah tugas yang diberikan oleh Tuhan kepada saya.

Pada mulanya adalah Firman, Firman beserta dengan Allah dan Firman adalah Allah. Kalimat ini mengandung dua loncatan. Pertama, yang ‘beserta dengan’ bagaimana mungkin ‘adalah’? Istri saya beserta dengan saya dan istri saya adalah saya? Bukankah hal ini tidak mungkin? Di sini Yohanes ingin menyatakan bahwa: Yang disebut Firman itu adalah Pribadi berbeda dari Allah Bapa, tetapi Dia juga Allah dan tetap bersifat Tunggal. Ini adalah konsep baru di Perjanjian Baru yang tidak ada pada seluruh Perjanjian Lama. Yohanes memiliki supra-logika yang dari Allah sendiri. Dari sejak permulaan, Firman beserta Allah, maka jika Allah kekal, maka Firman juga kekal. Allah inkontingen, demikian pula Firman inkontingen. Allah tidak membutuhkan fondasi untuk menjadi dasar bagi diri dan keberadaan-Nya, demikian juga Firman. Dari sejak permulaan, Firman dan Allah bersatu. Baru nanti di ayat 3 dikatakan segala sesuatu dicipta oleh Dia.

Kristologi yang paling ketat dimulai dari Yohanes. Tiga Injil sudah mencatat mujizat dan peristiwa yang dilakukan oleh Yesus di dalam dunia, maka Yohanes tidak perlu menulisnya lagi. Dia langsung menulis bahwa yang di dunia itu Firman, Dia pada mulanya sudah ada, Dia beserta Allah, Dia adalah Allah, tetapi menjadi daging di dunia. Yesus berinkarnasi dan Dia berdarah daging. Dengan penulisan di ayat 14 yang mengatakan “Firman menjadi daging,” membuktikan bahwa Yohanes percaya Yesus lahir melalui prosedur yang sama. Ketika anak itu dilahirkan, dua hal keluar bersama, yaitu air and darah. Tidak ada bayi yang lahir tanpa keluar air and darah. Dalam I Yohanes, dikatakan ‘yang datang melalui air dan darah adalah Yesus Kristus. Hal ini membuktikan bahwa dia percaya bahwa Yesus dilahirkan melalui prosedur seperti biasa dan ditambah dengan dari Roh Kudus. Jadi, yang bersaksi adalah air, darah, dan Roh Kudus. Air dan darah membuktikan lahir seperti anak biasa, sedangkan Roh Kudus membuktikan Dia lahir dalam naungan Roh Kudus, yang menyebabkan anak dara Maria melahirkan seorang anak laki-laki. Sejak dari Yesaya 9:6 sudah dinyatakan bahwa seorang laki-laki diberikan. Dalam teori medis, seorang bayi laki-laki hanya mungkin dilahirkan oleh seorang perempuan jika dibuahi oleh sperma laki-laki. Kromosom wanita hanya memiliki faktor XX, sedangkan pria XY. Maka, untuk menghasilkan bayi laki-laki (XY) haruslah ada unsur laki-laki. Tetapi Maria bisa melahirkan seorang bayi laki-laki dari Roh Kudus. Ini menggenapkan apa yang telah dinubuatkan dalam kitab Yesaya tersebut.

Dalam ayat 3 ditulis: “melalui Dia diciptakan segala sesuatu”. Itu berarti Allah Tritunggal adalah Pencipta alam semesta. Ketika saya berbicara, ada kalimat yang keluar dari mulut saya bersama dengan nafas saya. Udara atau nafas itu menampung kata-kata yang keluar dari mulut saya. Ada tiga hal, 1) saya bicara, maka 2) keluar kata-kata, dan saat itu 3) nafas berjalan. Jadi, aku, kata, dan nafas. Demikian Alkitab mengatakan Allah berfirman ketika mencipta. Allah berfirman maka setelah Firman keluar, Roh Kudus keluar sebagai nafas Tuhan Allah. Kata keluar dari Bapa. Kata itu Firman. Firman itu Anak. Melalui Firman diciptakan segala sesuatu dan Firman itu keluar. Tidak mungkin Firman itu keluar sendiri karena Firman keluar mengekspresikan kemauan Tuhan Allah. Maka, kuasa keluar bersama Firman. Tidak ada Firman Allah yang tidak mengandung kuasa. Firman itu keluar untuk mengekspresikan kehendak Allah dan kuasa itu keluar untuk menggenapkan kehendak Allah. Dengan demikian Allah Bapa berbicara dan yang dibicarakan itu adalah kata dari Anak, yaitu Firman. Dan ketika Firman keluar, Roh Kudus menggenapkan menjadikan ciptaan. Dia adalah Firman, Dia beserta Allah dan Dia adalah Allah. Sepintas kita bisa memandang bahwa ayat 3 seperti berlebihan, tetapi sebenarnya merupakan pengutaraan kalimat yang paling rumit di seluruh Alkitab. Tetapi ini ditulis begitu rupa oleh Yohanes yang begitu cerdas, sehingga memerlukan pengertian kesadaran yang luar biasa untuk mengertinya. Kiranya Tuhan memberkati kita dengan hikmat-Nya melalui Firman-Nya. Amin.

Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong (Oktober 2010)

Sumber : https://www.buletinpillar.org/transkrip/the-word-part-3