THE WORD (Part-5)

Gereja yang bertumbuh itu adalah gereja yang hidup. Atau jika kita balik, gereja yang tidak hidup adalah gereja yang tidak bertumbuh. Ada sebuah gereja yang setelah 20 tahun jemaatnya tetap 40 orang. Sepertinya stabil, yang dulu masih kecil sekarang sudah jadi besar, dan yang tua sekarang sudah meninggal. Di halaman bagian belakang gereja, ada kuburan. Jadi halaman depan untuk orang hidup yang datang ke gereja, halaman belakang untuk kuburan orang yang sudah mati. Dalam bahasa Belanda, ‘kerk’ itu gereja, kalau ‘kerkhof’ itu kuburan. Ketika saya bertanya apakah mereka pernah memberitakan Injil membawa orang lain datang kepada Tuhan, mereka menjawab bahwa membawa orang percaya begitu susah. Oleh karena itu, mereka lebih suka melahirkan anak saja, supaya jumlah tetap konstan. Inilah church growth by genetics (pertumbuhan gereja melalui kelahiran). Jika penginjilan tidak dijalankan, gereja tidak pernah berkembang secara sehat. Gereja bertumbuh melalui 3 cara:

  1. Pertumbuhan gereja melalui kelahiran.
  2. Pertumbuhan gereja melalui migrasi (perpindahan) – pertumbuhan ini bersifat semu dan tidak sehat.
  3. Pertumbuhan gereja melalui penginjilan – ini yang paling baik dan Alkitabiah.

Ayah saya menjadi Kristen satu tahun menjelang dia meninggal dunia. Sebelumnya dia penyembah leluhur. Satu tahun sebelum dia meninggal, ada seorang ibu tua yang terus-menerus datang ke rumah dan memberitakan Injil. Karena dia terus datang, ibu saya mulai marah kepadanya dan berkata: “Tolong hormati orang lain! Kamu punya agamamu sendiri, dan saya punya agama saya sendiri. Silakan kamu ke gerejamu dan biarkan aku ke kelenteng kami. Tidak perlu datang-datang lagi ke sini.” Ibu saya mulai mengusir ibu itu.

Ingatlah, ketika Saudara diusir oleh orang pada saat memberitakan Injil, ada pahala untuk anda di sorga. Saya pernah diusir ketika memberitakan Injil di sekolah, di rumah sakit, dan bahkan diusir dari toko orang. Tetapi untuk Tuhan, saya berusaha untuk tetap sabar, tahan, dan rela dipermalukan. Akhirnya semua itu menjadi satu kemahiran rohani yang matang. Sebelum mereka membenci engkau, mereka sudah membenci Tuhan Yesus terlebih dahulu. Anak Allah telah menderita lebih banyak dan lebih berat dari setiap kita, sampai Dia dipaku di kayu salib. Bagaimanapun kita dianiaya, dipermalukan, diusir, semua itu hanya membuktikan bahwa saya adalah murid Tuhan Yesus. Makin dianiaya, iman menjadi semakin teguh.

Suatu hari kakak saya sakit panas dan panasnya semakin hari semakin tinggi. Meskipun kakek saya pemilik toko obat yang terkenal di kota Xiamen, namun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan kakak saya. Ibu saya mulai gelisah dan ketakutan terjadi sesuatu dengan kakak saya, dan dia pergi ke kelenteng untuk menanyakan bagaimana anaknya bisa disembuhkan. Kelenteng memberitahu bahwa untuk menyembuhkan, keluarga kami harus mengadakan pesta besar dengan 48 meja. Sekalipun rumah kami begitu besar dan memiliki belasan kamar, tetapi seluruh meja yang ada di rumah kami tidak sampai 20 buah. Ibu saya akhirnya menyerah. Setelah 28 hari panas itu tetap tidak turun. Pada hari yang ke 29, ibu tua itu datang lagi dan mendoakan kakak saya. Sungguh ajaib dan Tuhan bekerja. Sore harinya, demam kakak saya yang sudah begitu lama mulai turun tanpa memakan obat apapun. Sejak saat itu, ibu saya mulai mau pergi ke gereja, dan kemudian semua anak-anaknya diajak ke sekolah minggu. Satu tahun kemudian, ayah saya meninggal. Ibu saya selalu mengatakan satu kalimat: “Jangan lupa ada seorang ibu tua yang pernah mengabarkan Injil.” Itu berarti, kalau kita tidak memberitakan Injil kepada orang lain, kita telah melupakan anugerah Tuhan. Hidup yang berarti adalah hidup yang menghidupkan orang lain. Gereja yang baik adalah gereja yang membawa manusia kembali kepada Tuhan.

Kita telah membicarakan sebelumnya bagaimana Tuhan memanggil seorang murid yang relatif masih berusia sangat muda di antara murid-murid lain yang sudah dewasa dan matang. Usia Yohanes mencapai lebih dari 90 tahun. Dan pada masa tuanya, semua rasul lainnya telah meninggal. Ketika itu dia tersisa sendirian. Namun, usia tua, kesendirian, bukan membuat Yohanes semakin lemah dan malas. Dia mengangkat tangannya yang telah gemetar untuk menuliskan Injil Yohanes. Inilah pimpinan Tuhan yang menyisakan rasul yang paling muda ini untuk menantang zaman yang menakutkan. Seperti telah dibahas sebelumnya, Yohanes menghadapi 4 musuh yang sangat menakutkan, yaitu: 1) pemerintahan sekuler Romawi; 2) para filsuf yang menghina; 3) orang yang memalsukan kekristenan; dan 4) orang Kristen pura-pura. Di sini Yohanes berdiri untuk menyatakan kebenaran Tuhan.

Peran Yohanes sedemikian penting, karena tanpa pelayanannya, Kitab Suci tidak bisa lengkap. Tanpa Yohanes, manusia hanya bisa mengetahui bagaimana dunia ini dicipta dan tidak tahu bagaimana dunia ini berakhir. Tanpa tulisan Yohanes, kita tidak pernah tahu hal-hal yang tidak dicatat oleh Matius, Markus, dan Lukas. Yohanes adalah seorang pemuda yang sedemikian teliti, yang sedemikian sungguh-sungguh dan dia memiliki ingatan yang tajam. Dia mengingat semua perkataan penting yang pernah diucapkan oleh Kristus selama berada di dunia. Rasul Yohanes adalah rasul yang tidak pernah luput, tidak pernah absen, dan tidak pernah terlewatkan di dalam setiap pertemuan dengan Yesus Kristus, selama Dia hadir di dunia ini. Baik ketika Tuhan Yesus berada di gunung, ketika transfigurasi, dia ada. Ketika Tuhan Yesus di Getsemani, berdoa di masa-masa paling sulit, dia juga hadir di situ. Ketika Tuhan Yesus diadili, dia mengikut Yesus dari dekat. Bahkan ketika Tuhan Yesus disalibkan di Golgota, semua murid yang lain melarikan diri, Yohanes tetap berada dekat mengikut Yesus. Dia begitu teliti. Dia ingin mendapatkan setiap perkataan Kristus, dan dia tidak mau melewatkan setiap kalimat yang dia sadari begitu penting. Inilah pemuda yang diperkenan oleh Tuhan Yesus. Dengan sikap seperti ini, dia menulis Injil Yohanes.

Injil Yohanes dimulai dengan kalimat “Pada mulanya adalah Firman.” Kalimat ini merupakan tantangan yang sangat besar bagi kebudayaan Yunani. Tuhan rela meninggalkan bahasa Ibrani dan memilih bahasa Yunani untuk melanjutkan pewahyuan kebenaran bagi umat manusia. Di dalam Perjanjian Lama, Yunani tidak mendapatkan tempat. Di dalam Perjanjian Baru, bahasa Ibrani dibuang oleh Tuhan. Istilah “pada mulanya” di dalam bahasa Yunani (Gerika kuno) adalah “arkhe” (άρχη). Pengertian “arkhe” ini telah diselidiki 500 tahun sebelum Yohanes menulis Injil Yohanes. Beberapa filsuf Gerika yang paling penting, seperti Thales, Anaximander, Anaximenes, yaitu orang-orang yang dianggap sebagai Bapa-Bapa Filsafat Gerika Kuno, mencoba menyelidiki asal mula alam semesta. “Pada mulanya” itu apa sebenarnya? Awal alam semesta ini dimulai dari apa? Para filsuf dianggap paling berbijaksana karena mereka adalah orang-orang pertama yang merenungkan dari alam semesta ini menuju ke ta meta ta fisika (melampaui yang fisik). Dari sini kemudian muncul apa yang kita kenal sebagai metafisika. Mereka menyadari bahwa di belakang yang fisika itu ada sumber dan penopang yang melampaui fisika. Mereka melihat adanya fondasi yang menjadi dasar di belakang yang tidak kelihatan ini. Immanuel Kant mengatakan bahwa semua yang bisa kita raih dan pikirkan dengan akal hanyalah merupakan dunia fenomena. Dan di belakang apa yang tampak dan bisa diraih dengan indera dan pikiran ini, ada dunia lain yang melampaui dunia fenomena, yang disebut sebagai dunia noumena. Jadi bagi Kant, ada dua lapisan dunia. Kant mengakui adanya beberapa hal yang tidak mungkin bisa dicapai oleh manusia, sekalipun dia paling pintar, paling berjiwa logika. Dunia fenomena adalah dunia yang bisa dirasakan melalui panca-indera, lalu signal-signal itu diproses oleh otak kita menjadi masukan pikiran. Pikiran akan menganalisa, melakukan spekulasi dengan logika, melakukan perhitungan, dan akhirnya mengambil kesimpulan pikiran yang rasional. Namun, di belakang itu masih ada hal yang tidak mungkin dimengerti karena terlalu tinggi, terlalu sulit, terlalu supra-logika, sehingga pikiran manusia tidak mungkin bisa mencapainya. Maka, dalam kasus ini, saya percaya bahwa Kant sedang kembali kepada cara pikir Plato. Zaman Immanuel Kant adalah zaman di mana Rasionalisme sedang merajalela di Eropa.

Rasionalisme di Eropa merajalela di dalam pikiran dari tiga filsuf yang paling besar, yaitu: 1) René Descartes di Paris; 2) Benedict Spinoza di Amsterdam; dan 3) Gottfried Wilhelm Leibniz di Jerman. Pikiran dari ketiga filsuf ini seringkali digabung dengan sebutan The Continental Philosophy (Filsafat Eropa Daratan). Sebagai saingan dan lawannya adalah Britain Philosophy, filsafat yang berkembang di daerah Britania Raya, seperti Skotlandia, England, Irlandia, Wales, dan lain-lain. Di zaman itu, Britain philosophy dimotori oleh Thomas Hobbes, David Hume, William Berkeley, Francis Bacon, John Locke, dan lain-lain, yang mengembangkan pemikiran Empirisisme. Maka kubu di Eropa terpecah dua, menjadi daerah rasionalis dan daerah empirisis. Dua arus besar pemikiran filsafat ini pada akhirnya dihentikan oleh seorang filsuf besar, yaitu Immanuel Kant. Kant, yang lahir, besar, hidup hingga meninggal di Königsberg, sebelah Timur Jerman, memulai suatu era baru yang disebut sebagai Modern Idealism, yang sekaligus mengakhiri atau menutup era rasionalisme dan era empirisisme di Eropa. Kant mengatakan, “Manusia tidak perlu sombong, karena bagaimanapun pandai dan logisnya pikiran rasio manusia, manusia hanya mampu mengetahui dunia fenomena.” Dunia fenomena bisa dipikirkan, dianalisa, dispekulasikan; tetapi rasio manusia tidak mampu mencapai dunia noumena.

Plato mengatakan bahwa semua yang kita lihat sebenarnya adalah bayang-bayang dari realitas yang asli. Dunia kelihatan ini adalah dunia yang tidak sempurna. Ketika seseorang sedang jatuh cinta, maka dia sedang mencocokkan ide yang seratus persen sempurna ke dalam diri orang yang dicintai. Lalu dia merasa bahwa tidak ada orang lain yang bisa dibandingkan dengan sang kekasih. Satu-satunya yang paling sempurna, yang paling baik, hanyalah dia seorang. Ide itu selalu sempurna, sementara fakta itu selalu kejam. Ide selalu tinggi dan realitas selalu remeh dan rendah. Maka, manusia senantiasa hidup di dalam konflik yang tidak ada hentinya. Konflik yang terjadi antara ide yang sempurna dengan fakta yang tidak menyenangkan. Oleh karena itu, Plato mengatakan, “Dunia ide adalah dunia sempurna, sementara dunia yang riil tidak sempurna.” Piring bulat, jika dibesarkan hingga 1.000 kali akan terlihat bahwa tepi piring itu tidak bulat sempurna, karena ada cacat-cacat kecil yang tak terlihat oleh mata. Maka yang sempurna bulat itu hanya ada di dunia ide.

Ada satu lukisan dari Raphaello, salah satu dari tiga orang pelukis besar zaman Renaissance, yang melukiskan “Ide yang Paling Indah dan Sempurna.” Di dalam lukisan itu, terlukis 58 orang filsuf sepanjang sejarah hingga zamannya. Tetapi di antara sedemikian banyak filsuf, ada dua orang yang berdiri tepat di tengah lukisan itu. Lukisan itu menggambarkan sebuah ruang dari sebuah gedung, di mana semua filsuf berada di situ. Di tengah lukisan itu ada sebuah pintu gerbang terbuka dengan latar belakang langit. Kedua orang itu diletakkan di dalam kerangka yang berlatar belakang langit itu; sementara semua filsuf lainnya berada di dalam gedung. Kedua orang yang berlatar belakang langit itu adalah Plato dan Aristoteles. Ketika Raphaello melukis para filsuf, dia meletakkan kedua pemikir yang terbesar dalam sejarah ini di bagian tengah, yaitu Plato dan Aristoteles. Mereka sedang memikirkan sesuatu yang melampaui dunia ini. Mereka memikirkan sesuatu yang melampaui dan mengungguli dunia fenomena. Dan ketika keduanya berdebat, Plato yang lebih tua, berambut putih, dengan muka serius, digambarkan dengan menggunakan Da Vinci sebagai modelnya; Aristoteles yang lebih muda, rambutnya hitam, dengan jenggot hitam, berdiri gagah sekali, mewakili Pemikir Modern (modern thinkers). Aristoteles memegang satu buku, yaitu Etika Manichaean, sementara Plato memang buku Kosmologi Timaeus. Plato seolah mengatakan: “Dunia sana itu ideal dan sempurna, namun kita hidup di dunia sini yang tidak ideal.” Lalu Aristoteles menjawab: “Tidak! Dunia ini tidak sempurna, tetapi dunia ini mengandung ide sempurna di dalamnya, yang tidak bisa dipisahkan dari dunia itu sendiri.” Dengan demikian, maka perdebatan sejarah berlanjut terus hingga zaman Immanuel Kant. Kant mengatakan bahwa “dunia fenomena ini dapat dimengerti dengan kekuatan pikiran manusia”.

Dunia kelihatan ini diyakini memiliki sumber dan awal, itulah yang disebut sebagai arkhe. Thales, yang sedemikian pandai, dapat menghitung dan meramalkan terjadinya gerhana matahari. Tentang arkhe, dia mengatakan: “Yang paling awal dari semua awal, yang telah ada sebelum semua yang lain ada, yaitu awal pertama, yang tunggal, itulah air (aqua).” Kemudian pikiran ini disanggah oleh muridnya, yang melihat bahwa jika air itu memuai untuk menjadi udara harus memuai lebih dari 1.000 kali. Maka bagi dia, yang paling awal itu adalah udara. Kemudian pikiran ini disanggah kembali, karena bagaimanapun udara itu tetap terbatas, padahal sesuatu yang awal itu tidak boleh terbatas. Semua yang terbatas dijumlah dengan yang terbatas, berapapun penjumlahannya, tetap hasilnya akan terbatas. Maka awal yang paling awal dari semuanya adalah “ketidakterbatasan.” Yang tidak terbatas itu merupakan induk dari semua yang terbatas.

Lehmann Brothers Bank, yang sudah berusia dan berjaya lebih dari seratus tahun, hancur seketika di dalam satu hari saja. Segala sesuatu di dunia ini bersifat sementara dan dapat hilang atau berhenti setiap saat dalam waktu yang sekejap saja. Hanya firman Allah yang tidak bisa berhenti karena ada selama-lamanya. Dunia ini adalah dunia yang goyah; dunia ini adalah dunia yang bergerak. Di dalam dunia yang berubah dan bergerak ini, para filsuf mencoba untuk mencari Sumber yang tidak bergerak, yang tidak berubah, yang kekal, yang menjadi arkhe, yaitu awal dari semua keberadaan. Baru setelah 50 tahun kemudian, muncul seorang filsuf yang bernama Pythagoras. Pythagoras adalah seorang filsuf yang sekaligus adalah ahli matematika, seorang musikus, dan seorang agamawan. Di dalam agama, dia orang Gerika pertama yang percaya, setelah kematian masih ada dunia yang lain. Akhirnya dia percaya reinkarnasi. Pythagorean school (Arus filsafat Phytagoras) percaya reinkarnasi, yang di kemudian hari pikiran ini mempengaruhi Socrates dan Plato. Ia mengatakan, “Bagiku, awal dari semua awal bukanlah air atau udara, melainkan angka.” Jadi segala sesuatu terbentuk dari angka. Angka itulah realitas yang paling dasar.

Setelah berbagai filsuf memikirkan semua ini, maka hadirlah Yohanes yang mengatakan, “pada mulanya adalah Logos.” Pikiran ini melampaui semua pikiran filsafat. Di dalam 27 kebudayaan terpenting di dunia, hanya ada 3 budaya yang bicara tentang logos, yaitu 1) Budaya Cina, 2) Budaya India, dan 3) Budaya Gerika. Namun, seluruh pemikiran Yohanes jauh melampaui apa yang bisa dipikirkan oleh pikiran manusia. Firman adalah awal yang mencipta segala sesuatu. Di sini kita melihat keisti­me­wa­an pemikiran Yohanes yang melampaui semua filsafat dunia. Keistimewaan ini akan dibahas di dalam sesi berikutnya. Puji Tuhan!

Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong

Sumber : https://www.buletinpillar.org/transkrip/the-word-part-5