Imago Dei (peta dan teladan Allah) merupakan tema yang banyak dibahas di Abad Pertengahan. Bonaventura (1221-1274), Thomas Aquinas (1225-1274), Alexander of Hales (1170-1245), Peter Abelard (1079-1142), dan Bernard of Clairvaux (1090-1153) di abad ke-12 dan ke-13 banyak membicarakan tema ini. Baru kira-kira 250 tahun kemudian, John Calvin (1509-1564), Martin Luther (1483-1546), Theodore Beza (1519-1605), Johann Heinrich Bullinger (1504-1575), dan Philipp Melanchthon (1497-1560) di masa Reformasi mengulas kembali tema yang sangat penting ini.

Siapakah manusia? Manusia adalah makhluk yang dicipta menurut peta dan teladan Allah. Ia menjadi wakil Tuhan di mana kemuliaan, keagungan, dan kebijaksanaan Tuhan dinyatakan. Mulai dari pernyataan penciptaan manusia, ketritunggalan Allah telah dibukakan. Manusia terdiri dari tubuh materi dan Tuhan menghembuskan nafas rohani ke dalam diri manusia, sehingga manusia terdiri dari dua unsur, yaitu tubuh dan jiwa (roh). Allah adalah Roh, dan manusia memiliki unsur rohani, sehingga manusia bisa memiliki pengertian rohani. Di sini roh manusia berbeda sifat dari roh binatang. Di dalam Pengkhotbah 3:21 dikatakan: “Siapakah yang mengetahui, apakah nafas (roh) manusia naik ke atas dan nafas (roh) binatang turun ke bawah bumi.” Di sini kita melihat perbedaan roh manusia dan roh binatang. Konsep Alkitab ini banyak tidak dimengerti dan banyak orang Kristen mengatakan bahwa manusia punya roh, sedangkan binatang tidak mempunyai roh. Ini pandangan yang salah.

Dan kini kita masuk ke dalam esensi tema kita, yaitu apa sebenarnya yang dimaksud dengan “Manusia dicipta menurut peta dan teladan Allah”?

Pertama, Allah berpribadi, maka manusia berpribadi. Karena memiliki roh, maka dia merupakan satu person. Persone (Yun.), pribadi (Ind.) berarti satu oknum. “Oknum” itu mempunyai keunikan tersendiri, yaitu (1) mempunyai sifat kekekalan, (2) mempunyai eksistensi yang tidak berhenti keberadaannya, dan (3) mempunyai kesadaran tentang keberadaan diri sendiri. Manusia sebagai manusia sadar bahwa dia ada. Tetapi anjing hanya sadar diri dalam kaitan kebutuhan hidupnya saja. Anjing memiliki pengetahuan anjing, memiliki perasaan anjing, dan memiliki kemauan anjing. Tapi semua itu hanya berkaitan dengan kebutuhan jasmaniahnya saja. Manusia tidak demikian. Manusia akan memikirkan, merasakan, dan menginginkan hal-hal hingga kekekalan. Manusia bisa menghitung jarak bumi ke matahari sejauh 150 juta km, atau kecepatan cahaya yang 300 ribu km per detik. Tidak ada binatang yang bisa mengukur seperti ini. Emosi manusia jauh lebih mendalam dan penuh pengertian. Ini tidak dimiliki oleh binatang. Binatang tidak bisa mendefinisikan kasih. Manusia itu begitu rumit dan kebenaran itu begitu mendalam (man is so complicated and truth is so profound). Kebenaran begitu mendalam sampai kemampuan paradoks.

Kedua, Allah itu kekal, maka manusia berunsur kekekalan. Allah itu kekal adanya. Itu sebab Pengkhotbah 3:11 mengatakan, “Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.” Saya sangat senang dengan ayat ini. Allah itu sempurna, baik, dan pada waktunya. Dia dengan teliti dan lengkap menciptakan segala sesuatu pada waktu yang ditetapkan-Nya, sehingga setiap urutan itu memiliki arti tersendiri. Orang yang tidak mengerti urutan dan signifikansinya selalu membanggakan siapa yang terlebih dahulu. Yang lebih dahulu selalu merasa harus lebih dihormati. Tetapi kucing ada lebih dahulu dari manusia, apakah itu berarti manusia harus hormat pada kucing? Sering orang yang masuk sekolah lebih dahulu merasa lebih penting. Di gereja juga demikian, yang menjadi majelis lebih dahulu, menghina orang yang baru menjadi majelis. Yang senior menghina yang junior. Kalau diurutkan secara penciptaan, maka manusia yang paling junior, karena dicipta terakhir. Jika diukur dari teori evolusi, menurut konsep survival of the fittest (yang kuat yang menang), maka kecoa adalah binatang yang konon diduga paling kuat dan tidak bisa dipunahkan. Manusia adalah “binatang yang paling lemah”. Kecoa memiliki daya tahan hidup yang luar biasa, sementara manusia tidak. Jerapah mempunyai tubuh yang tinggi dan kuat. Bayi jerapah dilahirkan oleh ibunya sambil berdiri. Maka bayi itu jatuh sebentar ke tanah, lalu sepuluh menit kemudian sudah bangun dan mulai berlari. Bayi manusia, jika dilahirkan ibunya sambil berdiri, pasti mati. Lalu bayi manusia membutuhkan hampir 12 bulan untuk bisa berlari. Sungguh, manusia adalah makhluk yang paling lambat berdikari. Aesop mengatakan, lambat tidak apa-apa seperti kura-kura, asalkan jangan tertidur seperti kelinci. Manusia dicipta terakhir, tetapi manusia memiliki unsur kekekalan, karena ia dicipta menurut peta dan teladan Allah. Allah menciptakan segala sesuatu dengan indah, dan sempurna pada waktunya.

Ada dua jenis urutan di dalam Alkitab yang harus kita pelajari. Ada urutan di mana hal yang paling penting diletakkan di depan dan yang paling tidak penting di belakang. Misalnya karunia Roh Kudus. Ada karunia hikmat, pengetahuan, juga karunia mengatur dan memerintah, lalu yang terakhir sekali, karunia lidah atau menafsir bahasa lidah. Orang yang penting itu misalnya rasul, nabi, pengabar injil, gembala, pengajar, lalu sesudah itu yang bisa menyembuhkan orang sakit, dan seterusnya. Makin lama makin tidak penting dan yang paling tidak penting adalah karunia lidah. Ini urutan signifikansi yang menurun. Pertama rasul, kedua nabi, ketiga guru, sesudah itu yang bisa menyembuhkan, dan akhirnya memerintah. Itu sebabnya, majelis bukan yang paling penting, majelis tempatnya di bawah yang memerintah. Rasul lebih penting, penginjil lebih penting, gembala lebih penting. Anda yang menjadi tua-tua atau majelis, jangan sombong karena di dalam urutan karunia Anda di posisi yang rendah. Itu alasannya mengapa GRII mementingkan doktrin dulu, tidak mementingkan organisasi. Ini semua prinsip Alkitab.

Allah menciptakan Adam dan Hawa dengan peta teladan, dicipta urutannya terakhir tetapi berbeda dengan urutan di atas. Di sini justru yang terakhir yang terpenting. Tuhan menciptakan tikus, ikan, beruang, gajah, sapi, anjing, babi semua terlebih dahulu, baru terakhir Tuhan menciptakan manusia. Manusia dicipta terakhir, tetapi manusia paling penting. Inilah yang dinyatakan: “Tuhan menciptakan segala sesuatu indah pada waktunya.” Ini adalah theology of time. Banyak orang tidak melihat ini. Pengkhotbah 3:11 dalam versi KJV ada satu pengertian yang sama sekali lain. Di situ dikatakan: “He put the world into human heart.” Ia meletakkan dunia di dalam hati manusia. Allah tidak menciptakan dunia di dalam hati manusia, tetapi Allah menciptakan kekekalan yang ke dalam hati manusia. Ini aspek kedua dari peta dan teladan Allah.

Kekekalan menjadikan manusia tidak habis walaupun sudah mati. Sekali manusia lahir, ia tidak bisa musnah. Ia akan tetap ada, entah akan mati kekal atau hidup kekal. Hal ini menjadikan manusia unik dan sekaligus sangat berharga. Manusia tidak boleh sembarangan hidup. Ia tidak boleh mempermainkan kesempatan yang ada. Manusia satu waktu kelak harus berhadapan dengan Allah dan bertanggung jawab di hadapan-Nya. Waktu akan menjadi penguji yang paling kejam, tetapi sekaligus saksi yang paling setia.

Kekekalan menjadikan manusia harus melihat ke masa kini, masa lampau, dan masa depan. Kekekalan menjadikan manusia menyadari adanya proses menggeser hidupnya. Di sini manusia memiliki kesadaran sejarah dan bisa mempelajari sejarah. Sejarah memungkinkan kita menengok ke belakang dan belajar apa yang telah dikerjakan oleh orang-orang lain maupun diri kita sendiri di masa lampau. Lalu dari situ kita menatap ke depan dengan penuh pengharapan.

Dalam kaitan dengan waktu dan sejarah, manusia hanya bisa dibagi tiga macam: pewaris sejarah, pembelajar sejarah, dan pencipta sejarah.

1. Orang yang mewarisi sejarah. Orang seperti ini adalah orang yang hanya mengikuti apa yang sudah diturunkan dari nenek moyang. Di Palestina ada orang Biduin, yang setiap generasi tidak pernah berubah karena hanya mengikuti tradisi nenek moyang. Lebih dari 3.000 tahun lamanya mereka tidak berubah, hidup berpindah-pindah, tidak memiliki kakus, hidup primitif sekali. Di Eropa ada sejenis orang seperti ini, yang disebut Gipsy. Mereka tidak mau sekolah, juga hidup berpindah-pindah, bersenang-senang, tidak mau belajar dan bekerja keras. Akhirnya mereka turun-temurun menjadi bodoh. Mereka tertinggal dari perkembangan pengetahuan dan budaya. Ketika mereka diberi kesempatan sekolah, mereka tidak bersyukur, tetapi menolak dan merasa nyaman hidup seperti itu. Ini adalah orang-orang yang hanya hidup mewarisi sejarah.

2. Orang yang mempelajari sejarah. Tipe kedua ini adalah orang yang belajar dari sejarah. Ia mempelajari apa yang terjadi di dalam sejarah. Georg Wilhelm Hegel, guru dari Karl Marx, mengatakan, “Pelajaran terbesar bagi manusia adalah manusia tidak mau belajar dari sejarah.” Manusia tidak bisa maju jika tidak mau belajar dari sejarah. Tumpukan sejarah memberi pengertian bagi kita untuk dapat mengoreksi diri melalui menghisap pengalaman orang lain. Barangsiapa yang mau belajar dari sejarah, ia akan menjadi orang yang sangat pandai.

3. Orang yang mengubah sejarah. Orang semacam ini adalah orang yang melakukan transformasi sejarah. Mereka menggugurkan sejarah lama dan membangun sejarah yang baru. Orang yang demikian sudah ditentukan menjadi orang-orang yang paling tersendiri, seperti Socrates, Beethoven, atau Johann Sebastian Bach. Orang macam ini adalah orang yang menerima sejarah dan akhirnya melampaui sejarah. Dia menggugurkan sejarah dan sejarah selanjutnya mengikuti dia. Mengapa bisa demikian? Karena manusia memiliki kekekalan. Engkau dicipta menurut peta teladan Allah. Memiliki sifat peta dan teladan Allah adalah hal yang sangat besar, sehingga kita harus berhati-hati di dalamnya. Amin.

Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong

Sumber : https://www.buletinpillar.org/transkrip/manusia-peta-teladan-allah-bagian-3#hal-1