Manusia : Peta Teladan Allah (Part-14)

Allah itu kasih adanya (1Yoh. 4:8, 16). Maka manusia diciptakan oleh Allah dengan potensi daya kasih di dalam hidup. Sebagaimana Allah itu terang, kita merefleksikan cahaya, maka Allah itu kasih, sehingga kita mempunyai kemungkinan hidup di dalam kasih. Begitu banyak definisi kasih, karena pasti semua orang mengalaminya, tetapi semua orang sulit mengerti apa itu kasih. Pengertian cinta kasih tidak mungkin diperoleh di luar mengenal Tuhan Allah, karena hanya Allah itu kasih.

Kasih merupakan salah satu dorongan yang paling besar di dalam hidup manusia. Demi kasih orang yang tadinya kikir sekali, menjadi sangat murah hati. Demi kasih, orang yang tadinya malas sekali menjadi rajin belajar, yang tadinya tidak peduli orang lain menjadi penuh perhatian, entah sungguh atau palsu. Kita bisa mendefinisikan kasih juga secara negatif, yaitu: kasih bukan ini, kasih bukan itu. Semakin banyak “bukan” yang ditulis, semakin dekat kita pada pengertian kasih.

I. Arti “Allah itu Kasih”

Pertama-tama, kita perlu membereskan kesulitan mengerti dan mengenal “Allah itu kasih”. Di sini kita perlu mengerti dengan benar ekstensi dan ekspansi kasih Allah yang membawa dan mendasari perencanaan dan tindakan penciptaan.

  1. Kasih Pra-Penciptaan. Allah itu esa. Dia satu-satunya sang Pencipta dan Dia pula satu-satunya yang tidak dicipta. Itu sebab Dia adalah Tuhan. Sebelum Allah menciptakan segala sesuatu, tidak ada sesuatu apapun di luar Dia. Dia tidak dicipta, maka Dia tidak memerlukan sumber untuk menopang keberadaan-Nya, tetapi Dia sendiri menjadi sumber yang menopang segala keberadaan ciptaan-Nya. Dengan demikian, kita juga mengenal Allah itu kekal adanya. Ketika belum ada ciptaan, jika Allah itu kasih adanya, siapakah yang Dia kasihi? Semua agama sulit menjawab pertanyaan ini. Satu-satunya yang bisa menjawab adalah Alkitab, karena Alkitab mencatat Allah Tritunggal. Allah yang sejati adalah Allah Tritunggal. Allah Roh Kudus mengasihi Allah Anak, Allah Roh Kudus mengasihi Allah Bapa, Allah Anak mengasihi Allah Bapa, Allah Anak mengasihi Allah Roh Kudus, dan Allah Bapa mengasihi Allah Anak, Allah Bapa mengasihi Allah Roh Kudus. Kasih dari ketiga Pribadi ini menjadi pondasi subyek-obyek yang bersatu melalui kasih. Alkitab adalah satu-satunya buku yang berani mengatakan Allah adalah Kasih dan satu-satunya manusia yang mengerti ini adalah rasul Yohanes.
  2. Kasih dalam Ciptaan. Sebelum segala sesuatu diciptakan, Allah itu Kasih, lalu bagaimana dengan ciptaan? Kasih ini menyempurnakan diri sendiri, kasih ini menjadikan sesuatu yang indah. Paul Tillich mengatakan, “Yang dikasihi, yang mengasihi, dan kasih itu sendiri menjadi satu.” Aku mengasihi sesuatu obyek dan obyek itu menerima kasih dari aku sebagai subyek, dan kasih mengalir dari subjek kepada obyek dan obyek menerima kasih daripada subyek. Ini adalah amore (kasih). Amore merelasikan yang dikasihi dan dirinya, dan kita mengenal itu di dalam Tritunggal. Di dalam kasih ada kecukupan di dalam dirinya sendiri (self-sufficiency). Ciptaan tidak self-sufficient. Lampu bercahaya terus karena terus dialiri listrik. Kalau listrik tidak mengalir, lampu tidak menyala. Kita membutuhkan air, makanan, dan udara dari luar untuk menjaga keberadaan kita. Allah tidak demikian. Dan itu menjadikan Allah mempunyai kekuatan besar menerobos yang menjadi sumber untuk yang lain. Inilah ekspansi dan ekstensi cinta kasih. Ekstensi dan ekspansi kasih Allah merupakan dasar perencanaan aktivitas penciptaan. Ekspansi bukan berarti Allah terbatas yang mampu menerobos keterbatasan. Tetapi justru karena Dia tidak terbatas, sehingga tidak ada hal apapun yang boleh membatasi Diri-Nya. Penciptaan dimulai dari tidak ada apapun (creatio ex-nihilo). Karena Allah itu kasih, maka ciptaan boleh menikmati kasih-Nya. Dan dari semua ciptaan, manusia dicipta menurut gambar dan rupa-Nya, yang boleh memiliki kasih. Tapi yang dicipta itu berbeda secara kualitas dari yang mencipta. Maka yang dicipta selalu berusaha naik mengejar kesempurnaan sebagai ciptaan. Hal ini menyadarkan kita pentingnya “perbedaan kualitatif antara Pencipta dan ciptaan” (The qualitative difference between Creator and creature).
Kasih itu bersifat relasional dan relatif. Manusia dicipta sebagai makhluk relatif (bersifat relasi), sehingga di mana ada cinta di situ perlu obyek cinta. Cinta tanpa obyek menjadi cinta yang tak terlaksana, cinta yang tak mungkin puas. Hanya obyek dari cinta bisa membuat semua ciptaan yang mempunyai daya cinta menjadi sempurna. Di situ kita melihat Allah mengasihi dunia, Allah mengasihi manusia, dan Allah memberikan bibit kepada manusia untuk belajar saling mengasihi. Tuhan mengatakan, “Sebagaimana Allah mencintai kamu, hendaklah kamu saling mengasihi” (Yoh. 13:34). Ini adalah ajaran yang luar biasa.
Allah itu kasih, maka manusia memiliki potensi mengasihi dan dikasihi. Manusia tidak mungkin hanya menerima kasih terus-menerus. Ia juga harus berbagi kasih. Namun, siapa obyek kasih kita? Kekasih kita? Sebelum itu, kita harus membicarakan tujuan kasih. Tujuan kasih untuk bersatu. Orang berpacaran agar suatu saat bersatu. Mengasihi Allah berarti keinginan bersatu dengan Allah. Mengasihi manusia berarti kita mau menghargai dan berelasi dengan dia. Cinta kasih bukan untuk memiliki atau menguasai. Jika orang salah mengaplikasi kasih, keluarga dan relasi tidak bisa harmonis. Banyak orang mengatakan “aku mengasihimu” dan itu berarti: aku merindukan kamu, aku kagum, dan aku ingin memilikimu, mendapatkan engkau menjadi milik pribadi saya, sampai-sampai kamu kehilangan hak otonomimu sendiri. Ini penyelewengan makna cinta. Orang paling takut dicintai seperti itu, dan ia akan lari karena ketakutan ditangkap oleh cinta yang akan memenjarakan dia. Cinta Tuhan tidaklah demikian. Cinta sejati bukan cinta yang membelenggu dan memenjarakan, melainkan cinta yang membebaskan.

Ketika Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk yang berpotensi cinta, Tuhan sekaligus memberikan kebebasan pilihan untuk manusia juga boleh melawan Dia. Ini adalah keagungan dan kebesaran cinta yang sangat dahsyat dari Tuhan. Di taman Eden, Tuhan memberikan pilihan untuk manusia boleh taat kepada-Nya atau melawan Diri-Nya. Kebebasan, kesempatan, dan kekuatan melawan Tuhan yang Tuhan berikan menjadi bukti sifat cinta Tuhan yang begitu agung. Inilah cinta yang membebaskan. Cinta yang membebaskan adalah cinta yang mengembalikan manusia dari kebebasan yang salah. Ekspresi ini juga terlihat ketika Tuhan berkata kepada nabi Hosea untuk menerima kembali istrinya yang sudah menyeleweng.

Allah itu kasih. Ketika Allah menciptakan kita sebagai makhluk yang berpotensi relasi, kita berbeda dari semua binatang. Cinta binatang hanyalah emosi yang memerlukan seks untuk mempertahankan jenisnya. Cinta binatang bukan cinta yang menghargai dan memberikan kebebasan. Di dalam Perjanjian Baru kita mendapatkan kesimpulan yang mengatakan bahwa semua perintah Allah bermuara pada Kasih. Kasih merupakan dasar dari semua hukum dan peraturan. Karena kasih Aku menghalangi engkau; karena kasih Aku memberikan perintah kepadamu; karena kasih Aku melarang engkau melakukan pelanggaran; karena kasih Aku memberitahu engkau untuk tidak melakukan hal-hal yang salah. Ini menyatakan kasih yang berprinsip. Kasih berkait dengan ikatan, perintah, larangan, dan peringatan. Inilah kasih yang sejati. Pelanggaran terhadap kasih justru bisa mengakibatkan kecelakaan, bahkan kebinasaan.

II. Penggenapan Kasih dalam Penebusan

Setelah mengerti yang pertama, yaitu ekspansi dan ekstensi kasih Allah yang mendasari perencanaan penciptaan; maka kedua, kita perlu mengerti penggenapan kasih yang merupakan aktivitas dan perencanaan penebusan.

Ketika kita mengerti kedua aspek kasih ini, kita baru bisa mengerti seluruh Alkitab dengan mendalam dan benar. Ekspansi dan ekstensi kasih yang mendasari perencanaan dan tindakan penciptaan masih harus digenapi dengan penebusan yang merupakan tindakan dan aktivitas kasih.

Penebusan merupakan penggenapan kasih setelah penciptaan memberikan kebebasan kasih. Tuhan memberikan kebebasan di dalam kasih-Nya, tetapi sekaligus juga peringatan agar kita jangan menyalahgunakan kebebasan itu dan berbuat dosa. Di sini posisi penciptaan menjadi posisi yang kritis dan krusial, karena di dalamnya ada janji dan peringatan. Ketika kita melanggar peringatan Allah, kita jatuh ke dalam dosa. Ketika manusia sudah jatuh ke dalam dosa, Allah menanti kita kembali untuk bertobat. Cinta memberikan peringatan, tetapi cinta juga menyodorkan perjanjian. Kitab Suci kita merupakan Kitab Perjanjian, yang terdiri dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Di dalamnya kita melihat Kasih, yang menyatakan satu prinsip, yaitu: mengorbankan diri demi menggenapi yang lain.

Jadi, apa itu kasih? Kasih adalah pengorbanan diri demi menggenapkan orang lain. Kalau pengertian ini sudah dimengerti dengan baik, Anda baru boleh menikah. Saudara menikah bukan mencari malaikat yang lebih sempurna, lebih indah, atau lebih baik. Saudara menikah dengan seorang berdosa, seorang keturunan Adam yang memiliki banyak kelemahan sebagaimana dirimu sendiri yang juga orang berdosa keturunan Adam. Ketika saling mengasihi itu harus mempunyai satu prinsip, saya menikah dengan dia, saya berusaha dalam pernikahan mengorbankan diri demi menyempurnakan dia. Dan pihak satunya juga mengatakan, saya menikah dengan dia dengan berusaha mengorbankan diri untuk menyempurnakan orang lain. Dengan demikian kasih didasarkan pada filsafat mengetahui tentang kejatuhan dan penebusan, dua menjadi satu, lalu kita membagikan cinta kasih Tuhan yang kita terima kepada orang lain. Inilah cinta pernikahan yang benar. Pernikahan bukan didasarkan pada pemikiran diri yang memerlukan seks, ingin punya keluarga. Kita sudah memiliki keluarga besar, yaitu keluarga Allah. Kita perlu saling mengasihi dengan mengetahui kelemahan diri dan orang lain, namun melampaui semua kelemahan itu dengan keinginan berkorban dan berbagi. Kita mengetahui kelemahan orang, kegagalan orang, kekurangan orang, namun kasih mampu melampaui semua itu. Kita bisa tetap mengasih dia. Inilah cinta sejati. Dengan demikian, kita bisa hidup berelasi baik dengan Tuhan Allah maupun dengan manusia. Jika saudara mau mengasihi dengan prinsip mengorbankan diri, keinginan melengkapi dan menggenapkan orang lain, barulah saudara hidup makin mirip Tuhan di dalam peta dan teladan-Nya. Kiranya Tuhan memberkati kita untuk mengerti tentang cinta di dalam peta teladan Tuhan Allah. Amin.

 

Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong (Agustus 2008)

Sumber : https://www.buletinpillar.org/transkrip/manusia-peta-teladan-allah-bagian-14