Nats : Roma 10 : 1-6

(1) Saudara-saudara, keinginan hatiku dan doaku kepada Tuhan ialah, supaya mereka diselamatkan. (2) Sebab aku dapat memberi kesaksian tentang mereka, bahwa mereka sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar. (3) Sebab, oleh karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah. (4) Sebab Kristus adalah kegenapan hukum Taurat, sehingga kebenaran diperoleh tiap-tiap orang yang percaya. (5) Sebab Musa menulis tentang kebenaran karena hukum Taurat: “Orang yang melakukannya, akan hidup karenanya.” (6) Tetapi kebenaran karena iman berkata demikian: “Jangan katakan di dalam hatimu: Siapakah akan naik ke sorga?”, yaitu: untuk membawa Yesus turun,

Mengapa orang kafir yang tidak mencari justru diberikan, tetapi orang Israel yang mencari tidak
memperoleh. Bukankah hal ini berlainan dengan yang dikatakan oleh Kristus, barangsiapa yang minta akan diberikan; yang mencari akan mendapat; yang mengetuk pintu akan dibukakan baginya (Mat. 7:7). Bukankah yang mencari, meminta dan mengetuk pintu adalah orang Yahudi? Alkitab mengatakan, mereka mencari, tetapi tidak mendapatkan, suatu paradoks yang sulit kita mengerti (Rm. 9:30-32). Tetapi yang penting bagi orang yang mencari adalah cara dan pengertian yang sejati, yang ditetapkan dalam prinsip firman dan jalan yang Tuhan nyatakan, bukan pada berapa menggebu-gebu, berapa hangat, berapa sungguh-sungguh api yang ada padanya untuk mencari. Demikian juga banyak orang yang sudah beragama, yang baru meraba-raba, baru mengena pada bagian kulitnya saja, tetapi mereka merasa sudah cukup, sudah menemukan. Akhirnya, mereka terus bertumbuh atas fondasi yang tidak beres. Ini merupakan suatu peringatan yang penting bagi kita.

Orang Israel meskipun memiliki Taurat tetapi tetap tidak mendapat. Sebab Taurat yang diberikan Allah kemudian diteliti dan dikupas oleh orang Yahudi melalui para rabbi telah menjadi perintah yang makin lama makin membebani orang beragama, dan akhirnya Taurat itu diuraikan menjadi 613 dalil-dalil yang harus dipatuhi (248 perintah, 365 larangan). Kalau tidak bisa menjalankan semua itu, maka tidak ada keselamatan; kalau tidak melunasi semua tuntutan Taurat, mereka tidak akan berkenan kepada Tuhan. Tetapi pada waktu orang bertanya kepada Yesus Kristus, oh, Tuhan Yesus perintah manakah yang paling utama? Pertanyaan ini untuk mencobai Tuhan Yesus sekaligus mereka sadar untuk mengikuti semuanya itu begitu sulit, untuk menjalankan Taurat dan perintah-perintah yang begitu rumit, kompleks dan begitu banyak serta tidak mudah. Yesus Kristus mengatakan, perintah yang terbesar adalah kasihilah Allah dengan sekuat tenaga, sebulat hati, seluruh pikiranmu dan budimu, dan yang kedua, yang sepadan dengan itu adalah kasihilah sesamamu manusia (Mat. 22:37-42). Inilah kali pertama, wahyu ditujukan pada satu fokus, untuk membereskan segala ketidakberesan dalam sistem Yahudi yang bergantung pada Tauratisme.

Pada waktu orang Yahudi dan rabi-rabi mereka telah memaparkan segala kerumitan dan kesulitan, mereka telah kehilangan fondasi dan prinsip yang terpenting. Betapa banyaknya peraturan-peraturan yang membuat manusia benci. Peraturan-peraturan itu bahkan mungkin menggoda manusia untuk melawannya. Semakin banyak peraturan, semakin membuat manusia berani melawan. Yesus Kristus menyimpulkan peraturan, perintah hanya dua, yaitu: kasihilah Tuhan Allahmu dan kasihilah sesamamu manusia. Ini melampaui semua peraturan. Ini merupakan prinsip yang mendasari semua prinsip, merupakan hukum di atas segala hukum, dan merupakan hukum yang menjadi dasar bagi semua hukum.

Orang berdosa cenderung melawan hukum. Lao Tze, pada 2.600 tahun yang lalu, seorang yang lebih dahulu dari Kong Hu Cu sudah pernah mengatakan bahwa, semakin ketat suatu hukum, semakin berani manusia melawannya. Semakin banyak peraturan, semakin banyak menyatakan kesalahan. Jangan mengira, kalau kita memerintah bawahan kita dengan banyak peraturan, maka mereka akan merasa takut dan menjadi yang paling baik. Tetapi justru paksaan untuk mematuhi perintah dan peraturan yang ketat membuat orang merasa hidup tidak berarti, dan akhirnya mereka menjadi orang yang berani melawan dan mencari alasan untuk melawan peraturan. Ketika hukum negara ditetapkan, apakah itu berarti manusia yang sudah mengerti hukum tidak akan melawan hukum? Tidak, justru terbalik, orang yang berani melawan hukum adalah orang yang paling tahu seluk beluk hukum. Orang yang paling mengerti hukum akan mencari jalan untuk melawan hukum lalu membela diri supaya setelah mereka berdosa, mereka tidak perlu dihukum. Itulah yang disebut ahli hukum. Ahli hukum adalah ahli-ahli yang mengetahui seluk-beluk hukum lalu berbuat dosa dan melanggar hukum, kemudian mencari alasan untuk menutupi segala kesalahan, sehingga setelah mereka berbuat dosa, mereka tidak perlu dihukum. Tempat yang paling tidak adil, adalah tempat yang memasang palang pengadilan. Tempat yang paling tidak adil adalah tempat di mana para ahli menegakkan keadilan, tetapi mereka sendiri tidak menjalankan keadilan tersebut.

Orang cenderung sombong dengan hukum. Orang Israel menuntut dan mencari, tetapi mereka tidak mendapatkan. Bukankah ini merupakan satu ironis, satu singgungan, satu pukulan yang berat bagi seluruh bangsa dan satu hal yang mempermalukan kebudayaan mereka yang sudah ribuan tahun itu? Tafsiran yang kurang jelas dan penyelewengan yang terus menerus sampai zaman Rabbi Hilel, bahkan sampai zaman Yesus, menyebabkan orang Israel tidak memperoleh keselamatan yang dijanjikan oleh Tuhan. Mereka hanya memperoleh suatu kemungkinan untuk mengetahui berapa banyak Taurat, hukum, peraturan, yang membuat mereka bisa membanggakan diri: “kami adalah bangsa yang berhukum Taurat, kamu bangsa yang tidak mengerti apa-apa. Kamu bangsa yang masih barbar, kamu seperti anjing adanya.” Orang Israel menjadi sombong, congkak, egosentris, mereka menjadi penghina segala bangsa dalam dunia internasional. Kalau demikian, apakah Tuhan akan berkata, inilah bangsa yang paling mengerti Taurat-Ku, bangsa yang paling sempurna? Tidak, Tuhan berkata, mereka mencari, tetapi mereka tidak memperoleh. Mengapa demikian? Karena ada satu kunci yang tidak mereka ketahui, yaitu batu yang menjadi sandungan itu telah Tuhan letakkan di Sion. Batu ini akan menjadi batu karang bagi bangunan yang berada di atasnya, tetapi batu ini juga akan menjadi batu yang menyandung semua orang yang tidak berjalan menurut perintah dan prinsip Allah.

Kasih menjadi dasar pembuatan hukum. Jika kita membuat peraturan-peraturan apapun hanya
bermotivasikan untuk mengikat, membatasi orang lain, untuk menyatakan diri kita mempunyai hak yang istimewa dan otoritas yang tinggi, maka motivasi itu adalah motivasi yang sangat berlawanan dengan kehendak Tuhan Allah. Kita membuat peraturan seharusnya kembali pada satu hal yang mendasar: saya membuat peraturan ini demi cinta kepada mereka yang diatur. Jikalau seseorang tidak mempunyai cinta kasih kepada yang dipimpinnya, maka tidak tidak berhak menjadi pemimpinnya. Ini prinsip Alkitab. Allah memerintah dunia, karena Dia mengasihi dunia. Allah kasih, maka Dia memerintah. Kita yang menjadi boss, kepala sekolah, ketua, atau pimpinan, jika kita tidak mencintai mereka yang kita pimpin, bagaimana kita bisa memimpin? Kita perlu kembali kepada ajaran Alkitab, yang mengatakan karena Allah itu kasih adanya, maka Dia memberikan peraturan. Peraturan-peraturan berdasarkan atas kasih, peraturan menjalankan kasih, esensi yang terpenting di dalam peraturan adalah kasih. Kesimpulan dari segala Taurat adalah cinta kasih. Bukan saja motivasinya demikian, tujuannya juga melalui cinta kasih melindungi, membimbing, membangun, dan menguatkan orang yang dipimpin. Itu seharusnya membawa manusia kepada hidup yang kekal.

Musa mengatakan satu kalimat yang penting sekali di dalam Kitab Imamat, jika kau menjalankan ini, engkau mendapatkan hidup. Justru kalimat itulah yang membuat kesalahpahaman orang Yahudi. Mereka mengira, kalau mereka akan memperoleh hidup yang kekal. Sebenarnya bukanlah demikian. Sebab Allah memberikan Taurat bukan supaya orang dapat melunaskan semuanya, juga bukan supaya orang melanggarnya. Watchman Nee dalam bukunya “Dua Belas Bakul” memberikan satu konsep yang salah. Watchman Nee berkata, Allah menciptakan manusia justru supaya manusia melanggar, supaya manusia berdosa. Seolah-olah motivasi Allah adalah menginginkan manusia berdosa. Ini adalah satu hal yang terlalu berani memakai istilah atau terlalu berani mengutarakan konsep yang tidak beres. Sebenarnya Allah tidak memberikan Taurat supaya manusia berbuat dosa, juga tidak memberikan Taurat supaya manusia bisa menjalankan semuanya dan menjadi sempurna. Allah memberikan Taurat, memang seperti yang dituliskan dalam Imamat 18:5, kau menjalankan ini, supaya memperoleh hidup.

Tetapi ketika manusia mau betul-betul, sungguh-sungguh menjalankan, barulah dia insyaf, bahwa hal ini tidak mungkin dilakukan. Coba jalankan! Pada waktu kau menjalankan barulah kau tahu tidak mungkin. Kalau tidak mungkin, tetapi tetap disuruh menjalankan, lalu bagaimana? Akhirnya berkata, Tuhan, memang seharusnya aku menjalankan, tetapi tidak mungkin. Cara yang terakhir adalah kembali kepada Tuhan: Tuhan, mengapa Kau menyuruh aku menjalan sesuatu yang tidak mungkin dapat aku jalankan? Tuhan, mengapa Kau menyuruh aku menjalankan sesuatu yang tidak mungkin dapat aku jalankan? Tuhan, mengapa Kau menyuruh aku mematahui sesuatu yang tidak mungkin aku patuhi? Tuhan, kalau memang hal itu tidak mungkin aku jalankan, Kau tetap menyuruh aku menjalankannya? Kadang-kadang kita mengemban tugas yang jauh dari kemampuan kita untuk menjalankan, kadang-kadang kita mengemban satu mandat yang tidak mungkin dapat kita laksanakan, pada saat itu, barulah kita tahu, bahwa sasaran terakhir dan tujuan yang mungkin dicapai adalah merendahkan diri dan kembali kepada Dia yang memberikan mandat. Inilah Taurat.

Segala perintah yang dari Tuhan di dalam Perjanjian Lama adalah memberikan pengajaran terakhir, supaya orang yang mau menjalankan, mau melaksanakan. Waktu dia menjalankan di sini tertutup, di sana tertutup, barulah kemudian mengetahui, itu tidak mungkin; itu impossible. Jadi Taurat diberikan bukan supaya manusia melanggar, juga bukan supaya mereka bisa menggenapinya. Taurat diberikan supaya manusia mengetahui betapa terbatas dirinya, betapa lemah dirinya, betapa tidak mampu dirinya, betapa dia berada di dalam limitasi. Pada saat manusia masih belum pernah mengenal limitasi, dia selalu mempermainkan diri dan berperan seperti Allah. Pada saat manusia mulai sadar bahwa dirinya adalah manusia yang terbatas, dia tidak bisa, maka untuk pertama kalinya dia sadar bahwa dirinya hanyalah manusia yang dicipta menurut peta dan teladan Allah. Dalam hal ini, diperlukan satu keseimbangan antara kedua hal yang kutub: yang pertama, berjuang, yang kedua, mengenali diri. Manusia yang tidak mempunyai kekuatan untuk berjuang tidak mirip manusia, tetapi mirip binatang. Karena binatang tidak mau berjuang. Sedangkan manusia yang berjuang dan tidak mengenal limitasi, sampai dia mengira dirinya adalah Tuhan Allah, adalah bahaya. Betapa banyak pemuda yang tadinya lancar, akhirnya jatuh total, seumur hidup tidak bisa naik lagi, karena dia hanya berjuang, hanya mempunyai imajinasi dan kekuatan yang luar biasa, tanpa mengenal dirinya hanyalah manusia. Sambil kita berjuang, sambil menahan diri, sambil mengetahui saya mempunyai keterbatasan, batasan di mana saya tidak bisa melampaui; hanya Allah yang tidak terbatas.

Dari sini kita dapat simpulkan bahwa Taurat diberikan berdasarkan kasih. Tujuan Taurat adalah
supaya manusia mengenal akan limitasi. Kalau kedua hal ini sudah jelas, akhirnya kau akan kembali kepada Tuhan dan berkata, Tuhan, maafkan aku tidak bisa menjalankan. Waktu aku mau menjalankan, baru aku tahu, bahwa itu tidak mungkin saya jalankan. Waktu aku mau mengerjakan, baru aku tahu lebih dari kemampuanku untuk mengerjakan, waktu aku mau taat, baru aku tahu, aku tidak mempunyai kekuatan untuk taat. Oh, Tuhan, aku kembali kepada-Mu dan mengakui, bahwa diriku hanyalah manusia yang terbatas. Disitulah kau mulai menemukan prinsip.

Setelah beribu-ribu tahun orang Yahudi mempunyai Taurat, mereka tidak menyadari akan hal seperti ini, mereka tidak menyadari apakah motivasi Tuhan memberikan Taurat, juga tidak menyadari bahwa motivasi itu menuju pada satu tujuan sebenarnya yang bagaimana, mereka tidak mengetahui maksud Tuhan. Maksud sedalam-dalamnya dari isi hati Tuhan yang selalu disalah mengerti oleh manusia mengakibatkan kebudayaan menuju pada kebuntuan. Kalimat-kalimat terakhir dari kesaksian Pdt. Jonathan Chao berbunyi, apa yang kurang di dalam kebudayaan? Apa yang kurang di dalam zaman modern, apa yang kurang dalam humanisme yang paling modern di abad ke-XX ini? Itulah pointnya. Pada waktu manusia sampai satu titik dan mengenal diri hanyalah manusia yang terbatas, maka dia akan menuju ke mana? Tetap memperilah diri atau kembali kepada Allah yang sejati? Waktu kau kembali kepada Allah yang sejati, di situlah kau menemukan hidup baru, arah baru, pengharapan baru, dan hari depan yang baru. Boleh saya katakan, bahwa kita sudah berada pada 5 tahun terakhir dari abad XX, sekarang manusia belum mau kembali pada Tuhan, manusia masih percaya bahwa aku mempunyai kekuatan, kalau tidak bisa jadi di bidang ini ya bidang lain.

Dan 20 tahun terakhir dari abad XX ini, ekonomi seluruh dunia adalah permainan uang yang tidak berdasar. Banyak orang yang mempunyai uang, uang itu adalah hasil dia mempermainkan manusia, banyak orang mempunyai uang, uang itu bukan hasil menggali kembali sumber alam; kekayaan yang Tuhan berikan kepada dunia, melainkan permainan uang, orang, mempermainkan dan mempermainkan, ini akan collapse. Ekonomi abad XX sudah berada di luar dasar ekonomi yang kuat. Karena apa? Karena ekonomi yang sesungguhnya kuat itu mempunyai dua prinsip yang penting, pertama, produksi yang didasarkan atas suatu kesolidan dan kekuatan yang sungguh-sungguh berbobot, yang didasarkan atas sumber alam. Kedua, memberikan distribusi yang rata dan dikelola dengan baik untuk menfaedahkan manusia. Sekarang kedua prinsip ini sudah hilang. Kita melihat keadaan ekonomi sekarang ini, negara yang disebut ekonominya paling kuat adalah Jepang, sebenarnya merupakan ekonomi yang betul-betul sudah meledak, sudah tidak ada dasarnya lagi. Yen terus naik, kau kira Jepang kaya? Berpuluh-puluh tahun lagi, orang Jepang harus bekerja 200 tahun tidak bisa membeli sebuah rumah yang cukup enak. Itu bukan ekonomi. Itu akan merusak seluruh bangsa, orang Jepang yang sudah lulus universitas nantinya harus bekerja 100, 200 tahun, uang yang mereka miliki bahkan tidak cukup untuk membeli sebuah WC bagi dirinya sendiri.

Ekonomi yang seperti ini adalah ekonomi yang tidak berdasar. Jangan menghina negara Indonesia, negara kita, secara sistem ekonomi modern sepertinya mau hancur, dan sekarang berada dalam keadaan yang berbahaya sekali. Tetapi negara kita masih mempunyai sumber alam yang menjadi dasar ekonomi yang Tuhan berikan. Pada suatu hari nanti, pada waktu kesulitan tiba, orang Indonesia masih bisa hidup, mereka tidak akan mati. Karena masih banyak pisang, apel, buah-buahan, tumbuh-tumbuhan, tanah. Ini merupakan pikiran yang berbeda dengan mereka yang tergila-gila dengan ekonomi modern. Maafkan saya, karena saya memberikan sesuatu yang berlainan. Sebab saya tidak bisa menjadi orang yang menurut zaman, dunia, sistem dan semua pengetahuan. Saya adalah hamba Tuhan yang harus membangun zaman di mana saya berada. Kita harus minta Tuhan memberikan pengertian kepada kita, dan semakin menyadari keterbatasan diri, semakin kita merasa dan menginsyafi bahwa saya memerlukan Tuhan.

Mengapa orang Israel mempunyai Taurat, tetapi gagal? Bukankah Taurat itu menjadikan mereka bangsa yang paling bersifat agama, bangsa yang menerima wahyu khusus dari Tuhan, bangsa yang paling hebat dalam mengerti akan isi hati Tuhan, justru bangsa itu menjadi bangsa yang paling tidak mengerti isi hati Tuhan. Dari mana kita tahu hal itu? Pada waktu Yesus diberikan kepada mereka, bukan orang kafir yang membenci Dia, tetapi merekalah yang memakukan Dia di atas kayu salib. Sebab itu, Alkitab mengatakan, mereka mencari tetapi tidak mendapatkan, mereka menuntut tapi akhirnya gagal, kosong. Orang yang betul-betul paling kaya adalah orang yang mungkin kantongnya betul-betul tidak mempunyai banyak uang, tetapi hidupnya mempunyai kemerdekaan, dia mengerti kebenaran, dan mempunyai kekuatan untuk menghadapi situasi yang sulit. Tetapi orang-orang yang betul-betul miskin mungkin adalah mereka yang mempunyai banyak uang, tetapi tidak pernah merasa puas dan terus menerus menggunakan cara yang tidak habis-habisnya untuk mengisi kekosongan diri, karena dia terlalu miskin. Paradoks. Tuhan berkata, mereka menuntut tetapi tidak mendapatkan, tetapi orang kafir yang tidak menuntut malah mendapatkan. Ini dikarenakan orang Israel menuntut tetapi tidak melalui prinsip. Sekali lagi saya terpaksa harus mengulangi prinsip itu, orang benar akan hidup melalui iman. A righteousness will live by faith; dengan apakah kita mendapatkan hidup?

Dengan menjalankan segala Taurat? Tidak, melainkan beriman kepada Tuhan. Iman merupakan satu jendela, yang membukan keterbatasan kita kepada ketidakterbatasan Tuhan Allah. Iman merupakan satu jendela yang menyambut cahaya dari atas ke dalam kegelapan kamar kita. Iman merupakan satu pandangan, yang boleh menembus pada pandangan yang paling jauh melalui teleskop rohani. Iman adalah menyadari bahwa keterbatasan itu perlu, untuk dikoreksi dan diisi oleh yang tidak terbatas itu. Iman membuka, mengaitkan, dan mengkoneksikan kita dengan Allah yang terbatas dengan jendela dan cahaya dari sana, dengan pengertian.

Bersambung – Part 2

Khotbah : Pdt. Dr. Stephen Tong

Sumber: Majalah MOMENTUM No. 31 – September 1996
https://www.geocities.com/reformed_movement/artikel/pi_pbenar.html
https://www.geocities.com/reformed_movement, https://www.sumberkristen.com/Kotbah/kegiatan_dan_pengertian_yang_ben.htm