Akar dari Hak Asasi Manusia

Selain hal-hal yang disebut tadi, manusia masih mempunyai beberapa esensi khusus yang tidak boleh kita lalaikan, karena esensi itulah yang membuat kita berbeda dengan binatang: The Spiritual transcendence Allah menciptakan manusia seturut dengan gambar dan rupa-Nya. Allah adalah Roh, manusia yang menyerupai Allah, itu berarti manusia adalah makhluk hidup yang mempunyai roh, yang memungkinkan manusia mempunyai fungsi kultural, membuat manusia berbeda dari ciptaan lain dan sekaligus menjadi ciri khas yang penting bagi manusia. The consciousness of self existence Sadar akan keberadaan diri merupakan satu hal yang penting. Ketika rakyat ramai-ramai menyadari akan keberadaan dirinya, mereka akan menjadikannya sebagai dasar untuk melakukan aksi massal.

Misalnya, ketika harga diri manusia dilecehkan, kehormatan dan hak manusia dieksploitasi, perlakuan itu akan membuat manusia teringat pada hak yang seharusnya dia miliki, yang selama itu bersembunyi di bawah sadarnya. Ketika kesadaran itu berkembang menjadi kesadaran umum maka terbentuklah satu aksi massal. Kesadaran umum itu timbul dari potensi the consciousness of my own existence. Karena kesadaran inilah manusia membuat batasan yang sangat jelas antara aku dan bukan aku: aku bukanlah dia, dan dia bukan aku. Kesadaran ini timbul dari fungsi kesadaran diri yang kekal. Kemandirian, Karena Allah adalah Tuan, maka manusia yang dicipta-Nya mempunyai kebebasan. Kemandirian itulah yang memungkinkan manusia dapat mengurus, mengembangkan dirinya, mewujudkan apa yang ada di dalam dirinya secara bebas ke dalam aktivitas hidupnya. Kreativitas, Manusia memiliki kreativitas sebagai yang dicipta (created creativity). Karena Allah meletakkan insting kreativitas di dalam diri manusia, itulah yang membuat manusia serupa dengan Allah. Maka ketika kebudayaan membuka lembaran barunya, itu berarti terjadi satu penerobosan baru di dalam sejarah, dan setiap kali manusia meraih kesuksesan baru, itulah bukti manusia sedang mengembangkan kreativitas dirinya. Kreativitas adalah penyebab kemajuan sejarah, perubahan zaman, juga merupakan perwujudan gambar Allah yang sangat jelas. Namun jangan lupa, bagaimanapun juga kreativitas yang ada pada diri manusia adalah kreativitas yang dicipta, manusia perlu mempertanggungjawabkannya secara penuh kepada Allah.

Ketika para penyair, seniman, penggubah lagu memproduksi karya yang agung, pasti membelah
zaman menjadi dua masa yang berbeda, saat itulah gambar Allah dinyatakan dengan jelas melalui potensi yang ada di dalam diri manusia, dan sejarahpun didorong untuk melangkah maju ke depan. Kekekalan , Manusia bukan hanya saja menyadari akan keberadaan dirinya, kemandirian dirinya, kreativitas dirinya, tapi juga mempunyai sifat kekekalan yang merangkum semua sifat dan fungsi dasar manusia. Manusia tidak akan bisa mendapatkan kepuasan yang sungguh sampai dia yakin nilai dirinya akan tinggal tetap sampai selamanya. Dengan demikian, sifat kekekalan adalah refleksi yang amat penting dari gambar Allah. Ketika beberapa esensi yang penting ini disatukan dengan logika, hukum dan etika terbentuklah hak asasi manusia, yaitu dasar dari harga diri manusia. Manusia disebut sebagai manusia, karena manusia begitu hormat dan mulia. Ketika Allah menciptakan manusia, tidak karena manusia secara materi lebih kecil dari binatang lain lalu Allah mengurungkan kemuliaan yang disediakan bagi manusia. Hormat dan mulia yang Allah berikan kepada manusia tidak ditentukan oleh besar kecilnya menurut ukuran materi, melainkan ditentukan oleh status rohnya, status yang merefleksikan sifat Allah. Itu sebabnya kita adalah gambar Allah, kita juga memiliki rupa Allah. Puji Tuhan! Terlihat dari sini posisi dan status yang Allah berikan kepada manusia adalah satu penyebab penting bagi manusia untuk merebut hak asasinya.

Saya mengetahui dengan jelas, demokrasi yang terdapat di dalam sejarah Barat memiliki dua
sumber, bila bangsa kita tidak menemukan perbedaan dari keduanya, artinya negara kita masih belum memiliki masa depan. Jangan lupa, demokrasi telah membunuh Socrates. Teriakan yang berbau demokrasi menghantar Yesus dipaku di atas kayu salib. Karena suara massa yang begitu keras, maka kebenaranpun tertudung; karena banyaknya jumlah massa, suara minoritaspun tenggelam. Di tengah proses demokrasi, kita menyaksikan kebenaran bisa saja dibunuh, karena kebenaran belum tentu berada di tengah massa. Sebab itu, sebagai orang Kristen, ketika kita harus berjuang bagi demokrasi, janganlah lupa bahwa konsep demokrasi dunia yang dibelenggu oleh dosa. Karena teriakan keras orang Yunani Socrates divonis mati. Peristiwa ini mengusik orang yang berperasaan adil dari zaman ke zaman untuk tidak menerima tindakan seperti itu. Di abad ke-19, Hegel di masa tuanya pernah mengembangkan renungan filsafat, mengadakan interpretasi ulang terhadap sejarah filsafat, dia memberikan banyak alasan yang begitu membingungkan untuk orang-orang yang membunuh Socrates. Misalnya situasi dan kondisi masyarakat massa itulah yang menyebabkan demokrasi terpaksa harus mengambil langkah itu
yaitu membunuh Socrates. Karena menurut mereka, Socrates telah melakukan dosa yang mutlak tidak bisa diampuni. Saat ini saya bukan membahas masalah itu, namun saya ingin mengingatkan bahwa suara dunia bisa benar bisa juga salah, suara massa tidak langsung identik dengan kebenaran. Kalau orang Kristen hanya melihat corak-corak demokrasi Yunani, zaman Renaissance, Revolusi Perancis, dan banyak lagi slogan-slogan demokrasi masa kini, saya yakin, kita belum mendapatkan jawaban yang sesungguhnya.

Konsep Hak Asasi Manusia Dari Humanism

Demokrasi di Barat mempunyai sumber yaitu Penilaian Humanism tentang manusia. Kalau ditinjau dari Humanism dan penilaian yang dibuatnya, kita tahu akibat yang ditimbulkan oleh beberapa gerakan kebudayaan yang penting yaitu demokrasi tidak mendatangkan bahagia, melainkan mengundang malapetaka dan marabahaya. Di zaman Renaissance, sejarah manusia pernah mencapai kesuksesan yang gemilang, bagaikan terang besar menerangi bumi, begitu menggetarkan kalbu. Mengapa kita mau terus menerus dikelabui oleh pendiri agama? Mengapa kita mau ditenggelamkan oleh agama, hingga kita tidak berdaya mengembangkan potensi yang berada di dalam diri kita? Marilah kita berpaling! Tapi siapa yang akan membimbing kita? Kebudayaan Yunani kuno; the Greco-Roman achievement. Kesuksesan yang pernah diraih oleh Roma dan Yunani terpapar di depan kita, menjadi mode yang dapat diandalkan di dalam sejarah. Itu sebabnya mereka mengenang, mendambakan kesuksesan kebudayaan yang pernah diraih itu bisa menjadi aspirasi mereka untuk coba mengubah sejarah. Kalau konsep demokrasi dan hak asasi manusia diperoleh dengan cara seperti itu, artinya kita belum menemukan bahwa keduanya memiliki hubungan apa-apa dengan firman Allah. Karena paling sedikit Renaissance memiliki empat semangat yang penting:

  1. Menganggap rasio sebagai sarana yang mutlak dapat dipercaya, itu sebabnya mereka begitu percaya diri.
  2. Kesuksesan Yunani kuno di bidang kebudayaan dan seni dijadikan mode yang bisa ditiru, rel yang bisa ditelusuri di zaman ini di mana yang kita ingin capai adalah meniru kesuksesan yang pernah diraih pada zaman Yunani kuno. Sebab itu, panutannya adalah Yunani kuno, dasar dan sarana mutlaknya adalah rasio.
  3. Sasarannya adalah hidup masa kini, membuang semua perkara supra natural. Hidup masa kini adalah tugas utama kita, terus mengejar kesuksesan masa kini.
  4. Semesta alam dijadikan obyek penelitian. Selain itu, tidak ada tuntutan lain. Pada dasarnya, keempat semangat tersebut bertentangan dengan semangat teologia Kristen, juga bertentangan dengan semangat firman Allah dan semangat yang diwahyukan oleh kebenaran.

Tegasnya seluruh perkembangan yang nampak di zaman Renaissance adalah menentang kekristenan. Tatkala orang Kristen dikelilingi oleh pelbagai gerakan, kita perlu meneliti dengan hikmat dan cermat, tahu membedakan mana yang benar dan mana yang salah, tidak mengekor dengan sembrono. Meski kita juga berbicara tentang demokrasi, hak asasi manusia, keadilan, namun apa yang kita bahas berbeda di mana keadilan yang kita bahas bukanlah keadilan yang terdapat di dalam hukum Romawi, melainkan keadilan yang terdapat di dalam rencana Allah yang kekal. Demokrasi yang kita bahas bukanlah demokrasi urakan gaya Revolusi Perancis, melainkan demokrasi yang Allah siapkan di dalam kekekalan, yaitu hak istimewa yang Allah berikan sesuai dengan kehormatan dan keadilan yang terdapat di dalam sifat-Nya. Berkat dampak yang ditimbulkan oleh Renaissance, Humanism menegakkan kepala, kita saksikan tiga gerakan yang sangat besar telah terjadi di masa akhir dari abad ini. Bagi dunia, gerakan yang pertama dan yang ketiga amat penting, gerakan yang kedua tidak penting. Namun bagi kita, gerakan yang terjadi di antara kedua gerakan yang terjadi di antara kedua gerakan yang dianggap penting itulah yang terpenting. Adapun ketiga gerakan tersebut adalah: Renaissance, Reformation, Enlightenment.

Renaissance terjadi sebelum Reformasi agama yang terjadi pada abad ke-16, dan gerakan yang segera menyusulnya terjadi pada abad ke-17 dan 18 yaitu Enlightenment. Di antara kedua gerakan itu terdapat gerakan yang kita kenal dengan sebutan Reformasi, gerakan yang mereformasi agama kembali kepada Alkitab. Terlihat di sini, manusia yang memperalat rasio dengan penuh keyakinan diri menapaki jalan yang sepertinya tidak perlu disesali untuk selamanya: hanya cukup berpaling ke belakang menatap pada Yunani, maka ketika dia memandang ke depan seolah-olah telah mempunyai masa depan yang tak terhingga. Sungguh, suatu sikap yang angkuh. Puncak dari semangat Renaissance nampak di dalam pemikiran Davinci. Dari Lousiana yang terletak di bagian Utara Itali, sampai ke Florence, ke Roma, kita menyaksikan sastra, seni dan bidang-bidang lain terus menerus mengalami kemajuan. Sampai di masa Davinci, Monalisa dijadikan representatif. Kalau kita mengamati lukisan Davinci, kita menemukan lukisannya mengekspresikan hikmat yang sangat dalam dan senyuman yang sulit diterka. Di balik misteri yang amat sangat dalam itu tersembunyi kemenangan yang penuh percaya diri; self confident victory. Kemenangan itu terpancar dari sorot mata Monalisa yang menatap ke tempat jauh dan senyumannya. Ketika kita memperhatikan latar belakang Monalisa, kita mendapati kesalehan yang terdapat di abad pertengahan dan hal-hal yang supra natural telah lenyap sama sekali. Davinci memiliki sebuah draft kasar, melukiskan seorang yang berada di tengah-tengah alam, orang itu mengulurkan tangan menjamah tepi dunia, dan ketika tangannya terkulai, dia bangkit. Itulah semangat Renaissance.

Manusia adalah pusat dari semesta alam, Allah bukan pusat semesta alam. Seluruh aktivitas berpusat pada manusia. Manusia menang, itulah sebabnya Monalisa tersenyum. Davinci, Michael Angelo, Rafello, yang satu mewakili hikmat, yang lain mewakili keberanian dan yang lain lagi mewakili kebaikan. Begitulah masa akhir atau puncak dari Renaissance. Higher Renaissance di Barat dinyatakan, bila kau ingin menyaksikan wujud dari senyuman, kelembutan, pandanglah patung Madonna dari Rafello. Kalau Anda ingin menyaksikan wajud dari hikmat manusia, kau bisa menemukannya dalam pemikiran Davinci. Ketiga benar-benar seperti pengkoleksi lengkap dari ide-ide orang sezamannya. Seluruh seni telah berubah begitu rupa, manusia menjadi terlalu percaya diri.

Kalau kau meneliti penilaian Sorokin tentang seni, kau menemukan sesungguhnya Sorokin memandangnya dari sudut yang berlawanan. Perkembangan seni dari abad pertengahan sampai sekarang yaitu dari kesalehan yang tinggi yang diarahkan pada roh yang berada di dunia yang tak terbatas sampai realisme, merupakan perubah total dari yang begitu anggun berubah menjadi yang murahan dan tidak bermoral. Sebab itu, komentar Sorokin adalah coba perhatikan lukisan masa kini, apa yang dilukiskan? Kalau kita meneliti filsafat seni, kita mendapati dari zaman Aristotles sampai sekarang telah terjadi perubahan begitu besar, menurut Aristotles, seni adalah mengcopy alam. Sampai di zaman Davinci, seni adalah aktifitas jiwa. Sampai zaman ini, seni adalah pengekspresikan perasaan. Di tengah proses perubahan filsafat seni ini kita menemukan posisi kekal, posisi hukum rohani, supra natural berangsur-angsur menghilang. Dalam lukisan El Greco tentang kerangka tubuh manusia, kita dapati dia sengaja memperpanjang garis tengah dan memperpendek garis horisontal.

Memperpanjang garis tengah berarti membangun satu jarak yang begitu serius dengan Allah, ekspresi kesalehan yang ada di antara manusia dan Allah. Di dalam lukisan-lukisan abad ke-14 dan 15, kita masih dapati para pelukis sengaja melukis jari-jari yang begitu panjang, mata yang menengadah ke atas, menggambarkan manusia yang hidup di dunia mengarahkan dambaan, takut dan hormatnya yang tidak terhingga pada dunia kekekalan. Namun semua ini tidak lagi kita dapati pada lukisan abad ke-20. Yang terlihat di dalam lukisan abad ke-20 hanyalah penduduk kota yang sederhana, panorama alam, beberapa kuntum bunga, manusia yang berjalan di jalanan. Adapun soal tradisi, bahasa, kostum, warna, background nampak di dalam drama. Khususnya drama musikal yang juga menyertakan musik di dalamnya. Ketika kita menyaksikan sebuah lukisan, jangan hanya menyaksikan warnanya saja, tapi telitilah juga filsafat yang ada di balik lukisan itu, yang ingin diutarakan oleh si pelukis. Seni yang agung merefleksikan semacam prinsip, yang mengekspresikan perasaan dalam dirinya.

Kembali pada wahyu umum yang kita bahas tadi. Melalui alam, Allah memberi wahyu kepada manusia untuk menginterpretasikan diri-Nya. Penginterpretasian ini disalurkan melalui jiwa ditambah dengan apa yang disebut keahlian, jadilah tuntutan filsafat atau ekspresi seni. Picasso memberikan coretan di sana sini pada kanvasnya untuk mendemonstrasikan dirinya sebagai pencipta. Banyak pelukis abad ke-20 juga ingin menginterpretasikan alam sebagai ungkapan dari pengalaman mereka yang subyektif, respon dari perasaan mereka. Di akhir dari seniman-seniman kelas tinggi ini Renaissance memberikan satu evaluasi total, hasilnya adalah mendesak keluar semua hal yang berkaitan dengan anugerah Allah, nilai kekekalan dari dalam pikiran manusia. Sehingga di dalam karya seni Renaissance tidak lagi ditemukan tempat bagi Allah, di dalam sasaran total Renaissance juga tidak ditemukan tempat bagi hal-hal yang supra natural. Yang ditonjolkan hanyalah harga diri manusia, kesuksesan yang mungkin diraihnya. Ironisnya peraih kesuksesan tertinggi ternyata adalah mereka yang moral hidupnya bobrol luar biasa. Michael Angelo dan Davinci adalah kaum homo. Ketika saya berdiri di bawah patung perunggu Davinci di kota Milan, Itali, saya merenungkan secara mendalam, membuat konklusi, saat saya melintas pada introspeksi total terhadap filsafat sejarah dan filsafat seni, hati saya menjadi begitu sedih. Karena orang-orang ini dan mereka yang dipandang paling agung, paling menghargai sesama, mengekspresikan harga diri manusia, ternyata adalah orang-orang belum mempunyai pengenalan yang sungguh terhadap harga diri manusia.

Sembilan tahun lalu, pihak Vatikan mengizinkan satu kelompok khusus dari Jepang untuk membersihkan seluruh gereja mereka, termasuk eternit dan lukisan-lukisannya, guna memulihkan wujud aslinya. Namun ada satu perkara yang membuat saya sedih sekali di mana sebagian ornamen yang dipakai untuk menutupi ukiran yang telanjang itu sekarang sudah dilepas semuanya. Saya percaya, orang-orang di zaman Renaissance telah meraih kesuksesan yang agung, mereka berusaha mengembangkan habis-habisan akan harga diri manusia, namun pengenalan mereka terhadap harga diri manusia masih jauh dari Alkitab. Hak asasi manusia yang kita bahas adalah hak asasi manusia setelah kejatuhan, atau harga diri semula saat diciptakan? Dari kacamata mana, dan dari saluran mana kita memahami siapa itu manusia? Ke mana sejarah dunia ini mengarah — Allah tahu. Kitalah yang sering kali merasa kabur, namun kita dapat mencari tahu apa yang harus orang Kristen lakukan, bukan malah mengikuti arus dunia ini.

Bersambung…

Sumber: Majalah MOMENTUM No. 37 – September 1998
https://www.geocities.com/reformed_movement/artikel/ham.html
https://www.geocities.com/reformed_movement
https://www.sumberkristen.com/Kotbah/hak_asasi_manusia_pdt.htm