I Timotius 4:16
Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau.
Di dalam ayat ini kita melihat relasi keseimbangan yang sangat esensi: (1) dirimu dengan ajaranmu, (2) ajaranmu dengan keselamatan, dan (3) yang mengajar dengan yang diajar di dalam dan mengenai keselamatan. Kita hanya akan memikirkan relasi yang pertama, yakni antara dirimu dengan ajaranmu.AWASILAH DIRIMUYesus Kristus pernah berkata: “Kamu dapat membedakan musim ini, tetapi kamu tidak dapat melihat dan membedakan zaman ini.” (Matius 6:2-3) Jikalau kita sebagai orang Kristen tidak dapat melihat dan membedakan zaman dimana kita hidup, maka kita akan gagal di dalam menunaikan tugas dan tanggung jawab kita di zaman dan dunia ini. Sebagai orang Kristen kita harus mempunyai pikiran yang kritis, juga penglihatan rohani yang tajam, di tengah-tengah paradoksi zaman ini; di tengah perkembangan serta kemajuan ilmiah dan teknologi di satu pihak,
dan di pihak lain pergolakan politik, pertukaran pemerintahan, perubahan zaman, kekacauan, tekanan, dan ketegangan hidup.

Tuhan Yesus juga menegur orang-orang pada zamanNya: “Angkatan yang jahat dan tidak setia.” (Matius 12:39) Atau “Suatu generasi yang jahat dan berzinah.” (An evil and adulterous generation) Di zaman sekarang ini bukankah kita menyaksikan hal yang sama — kejahatan dan perzinahan — di bagian mana pun di dunia ini? Mengenai zaman ini, di dalam Matius 17:17 Tuhan Yesus juga berkata, “Angkatan yang tidak percaya dan sesat.” Lebih tepat dikatakan “Generasi tanpa iman dan suka menentang.” (Faithless and perverse generation) Kita perlu memikirkan apa arti perkataan Yesus Kristus ini: “Kita hidup di zaman yang tidak percaya atau tanpa iman.” Kita perhatikan, dalam perkembangan ilmiah dan teknologi sekarang ini terjadi suatu zaman baru dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan sekarang telah muncul apa yang disebut IMAN BARU DARI ALIRAN ILMIAH (new faith of scienticism) yang bertujuan menggantikan iman yang alkitabiah (biblical faith) Zaman nuklir ini sudah menghapuskan iman yang banyak terukir pada masa yang lampau. Misalnya jika kita memikirkan perbedaan antara Abraham dengan kita yang hidup pada zaman sekarang ini, Abraham tidak pernah membaca Alkitab atau buku-buku rohani yang belum ada pada zamannya. Tetapi, ketika Abraham mendengar satu kalimat Firman Tuhan, Abraham langsung percaya, memegang, dan melakukannya. Sebab itu Abraham disebut “Bapa orang beriman.” Kita sekarang yang mempunyai dan membaca Alkitab serta buku- buku rohani, bahkan mendengarkan khotbah-khotbah setiap minggu, sukar melaksanakan Firman Tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari. Inilah tanda-tanda generasi yang kurang atau tanpa iman. Kalau di dalam kekristenan saja sudah ada gejala generasi yang tidak percaya, apalagi di luar kekristenan. Kita memang tidak dapat menyangkal ada kuasa baru (new power) dalam ilmu pengetahuan, yang menjawab persoalan-persoalan hidup manusia hanya dengan memencet tombol-tombol komputer lebih daripada menaikkan doa kepada Tuhan. Di dalam tangan manusia sekarang ada kuasa, dan bagi manusia dengan dengan pikiran yang terbatas kuasa itu menjadi allah atau ilah. Jadi di dalam formula atau cara yang baru sekali lagi kita mendengar apa yang pernah dikatakan setan kepada nenek moyang kita, Adam, “Kamu akan menjadi Allah.” Jikalau manusia merasa bisa seperti Allah, maka manusia akan berpikir tidak perlu lagi percaya kepadaNya. Di zaman angkatan yang tidak percaya seperti inilah sekali lagi Firman Tuhan memperingatkan kita: “Awasilah dirimu.” Atau, “Perhatikanlah dan peliharakanlah dirimu.” (KJV: “Take heed unto thyself.”)

Dalam hubungan vertikal kita dengan Tuhan dan dalam hubungan horizontal kita dengan sesama, kita perlu memperhatikan diri kita sendiri; mengapa?

Pertama, siapakah diri kita dalam hubungan kita dengan Tuhan? Berdasarkan Firman Tuhan di dalam I Korintus 6:19 kita tahu bahwa diri kita bukanlah milik kita sendiri. (Ye are not your own) Dasar hukumnya kuat: “Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar.” (ayat 20) Kita telah dibeli dengan tunai — bukan secara angsuran atau kredit — melalui pengorbanan Kristus di kayu salib. Jika demikian, pertama kita perlu memikirkan, berapa mahalkah diri kita? Lebih mahal daripada perak, emas, atau batu permata yang bersifat fana, karena kita ditebus dengan darah Kristus yang mahal (PRECIOUS BLOOD OF CHRIST) yang bersifat kekal. (I Petrus 1:18-19) Hanya pada waktu seorang Kristen menyadari dan yakin dirinya demikian mahal, dia akan menghargai dirinya. Mengapa banyak orang Kristen tidak menghargai dirinya sendiri, hidup sembarangan dan tidak berarti apa- apa? Sebab mereka mengira terlalu murah dan mudah menjadi orang Kristen. Lalu kita memikirkan, jikalau diri kita dibeli, berarti ada transaksi jual beli dan pembayaran; pembayaran itu diberikan kepada siapa? Bukan kepada setan. Setan tidak berhak atas diri kita, karena bukan setan yang menciptakan manusia. Tetapi manusia yang diciptakan Allah menurut gambar dan rupaNya telah jatuh ke dalam dosa, sehingga manusia berada di bawah penguasaan tawanan setan, dan perlu dibebaskan. Pembayaran atas manusia diberikan kepada Allah; mengapa? Karena manusia telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Roma 3:23) Orang berdosa telah kehilangan kemuliaan Allah; semua orang telah kehilangan statusnya di hadapan Allah. Sebab itu pembayaran harus diberikan kepada Allah untuk mendapatkan kembali kemuliaan Allah yang telah hilang dari hidup manusia berdosa. Artinya, pada waktu orang berdosa datang dan menerima Kristus menjadi Juruselamatnya, dia mendapatkan kembali kemuliaan Allah dalam hidupnya. Sebab itu, “Hendaklah kamu memuliakan Allah.” (I Korintus 6:20) Orang dunia, orang berdosa yang belum ditebus, tidak mungkin memuliakan Allah dalam pengertian yang sebenarnya. Sebaliknya, hidup orang Kristen yang tidak memuliakan Allah merupakan penghinaan terhadap pekerjaan Kristus di atas kayu salib. Maka kepada setiap orang Kristen dikatakan: “Awasilah dirimu.” Diri kita sangat bernilai. Sudahkah kita menghargai diri kita? Jikalau kita mempunyai barang berharga, kita tentu akan menyimpannya di tempat yang aman, karena kita bertanggung jawab memelihara barang yang sangat berharga itu. Jikalau kita sadar, diri kita begitu mahal di hadapan Tuhan, siapakah yang bertanggung jawab memelihara diri kita? Tentu Tuhan bertanggung jawab memelihara diri kita, sekalipun dunia bergolak dan hilang lenyap. Kalau Tuhan bertanggung jawab, maka Dia juga berhak atas diri kita. Sebab itu dikatakan “YOU ARE NOT YOUR OWN” (tidak memakai kata ‘possess’) Apakah bedanya OWNER (pemilik) dengan POSSESSOR (penguasa)? OWNER adalah pemilik yang sebenarnya, yang berhak terhadap sesuatu sepenuhnya, sedangkan POSSESSOR hanyalah penguasa yang dipercayakan sesuatu, bukan pemilik yang sesungguhnya. Pada siapakah penguasaan atas hidup, waktu, pikiran, tenaga, talenta, dan harta kekayaan kita? Pada diri kita sendiri. Tetapi semuanya itu sebenarnya milik Tuhan. Maka Tuhanlah yang berhak memakai semua itu, bukan diri kita sendiri. Di tengah krisis manusia (Anthropological Crisis) zaman sekarang ini, Tuhan bertanggung jawab, tetapi juga berhak atas diri dan hidup kita. Sudahkah kita memberikan hak atas diri kita itu kepada Tuhan? Relakah kita menyerahkan diri kita kepada Pemiliknya? Kalau orang Kristen tetap memegang hak atas dirinya itu, ia tidak bisa berkarya bagi Tuhan dan menyatakan arti eksistensi atau kehadirannya di dunia. Jadi dalam hubungan vertikal dengan Tuhan, kita perlu ingat “YOU ARE NOT YOUR OWN.”

Kedua, siapakah diri kita dalam hubungan dengan sesama? “Kami ini adalah utusan-utusan (duta-duta) Kristus.” (II Korintus 5:20) Kata yang digunakan Rasul Paulus secara khusus di sini adalah PRESBIOTES. (Latin: LEGATUS, Inggris: AMBASSADOR) Di dalam kekaisaran Romawi ada dua macam propinsi: Yang dikontrol oleh Senat (senatorial province) dan yang langsung dikuasai oleh Kaisar (imperial province) Propinsi yang di bawah Senat biasanya tidak membahayakan dan tidak sering terjadi kekacauan atau permberontakan, sehingga tidak ditempatkan laskar Romawi. Tetapi di daerah-daerah yang sering terjadi huru-hara ditempatkan laskar-laskar Romawi dan langsung diperintah oleh Kaisar. Di SENATORIAL PROVINCE kaisar tidak bisa berada di tempat itu, maka dia mengutus seorang duta yang bertindak atas nama kaisar. Utusan ini disebut PRESBIOTES, yang menerima tugas langsung untuk menjalankan perintah kaisar. Paulus menganggap dirinya sebagai presbiotes yang diutus Kristus untuk melakukan tugas Kristus di dunia atas namaNya. Kedua, setelah suatu negara atau daerah ditaklukkan oleh tentara Romawi, maka Senat akan memutuskan negara/daerah itu menjadi keluarga kekaisaran Romawi. Untuk itu Senat akan mengutus beberapa orang yang juga disebut presbiotes bersama-sama jenderal yang mengalahkan daerah atau negara itu guna mengadakan suatu negosiasi (perundingan) menentukan tapal batas, peraturan, atau undang-undang yang akan berlaku di situ. Setelah semua pekerjaan itu selesai, mereka menyerahkannya
kepada Senat untuk disetujui dan diratifikasi. Jadi presbiotes adalah orang yang bertugas mempersiapkan atau menjadikan penduduk suatu daerah/negara sebagai keluarga kekaisaran Romawi. Paulus menggunakan sebutan presbiotes ini untuk dirinya karena dia menganggap dirinya bukan saja diutus oleh Kristus untuk mengerjakan pekerjaan Kristus, tetapi juga bagaimana mempersiapkan dan membawa orang-orang di dunia ini masuk ke dalam keluarga Allah. Sebagai orang Kristen kita juga adalah duta-duta Kristus untuk melakukan pekerjaanNya di dunia ini dan membawa orang-orang lain supaya menjadi anggota keluarga Allah. Inilah misi, tugas, dan tanggung jawab kita terhadap dunia ini.

KRITERIA SEORANG DUTA KRISTUS

Sebagai duta-duta Kristus ada dua kriteria penting yang harus kita perhatikan: Pertama, warna hidup yang tidak sama. Misalnya, seorang Indonesia yang menjadi duta besar di Amerika; dia berada di tempat yang bahasa, kebiasaan, atau cara hidupnya tidak sama dengan tempat asalnya. Tetapi dia tetap warga negara Indonesia. Jadi dia harus menunjukkan perbedaan warna hidup yang tidak sama. Sebagai orang Kristen kita menjalankan kehidupan di dunia, tetapi kita tidak sama dengan dunia. Kita sebagai duta-duta Kristus harus dapat menunjukkan warna hidup yang tidak sama dengan orang-orang dunia yang belum mengenal Kristus. Seorang duta hanya bisa berhasil kalau dia dapat menunjukkan warna hidup yang tidak sama. Demikian juga seorang Kristen hanya bisa berhasil menjalankan misinya sebagai duta Kristus kalau ia berani menunjukkan perbedaan warna hidupnya.

Kedua, kehormatan dan misi. Kehormatan suatu negara ditentukan oleh dutanya; bagaimana orang menilai suatu bangsa atau negara ditentukan oleh apa yang mereka dengar dan lihat dari perkataan dan perbuatan dutanya. Jadi, di atas diri seorang duta terletak suatu kehormatan bangsa, dan ini merupakan tanggung jawab yang besar. Demikian juga kehormatan Kristus dan gerejaNya berada di atas diri kita sebagai duta-dutaNya. Bagaimana pandangan orang lain terhadap Kristus dan gerejaNya sering dilihat dari bagaimana kesaksian hidup kita di hadapan mereka. Karena kita mempunyai misi yang berat ini, maka kita harus dapat melihat dan membedakan zaman ini. Seorang duta yang diutus oleh suatu negara tentu dipilih yang terbaik, dan dia akan berusaha memberikan yang terbaik bagi negaranya. Sebagai duta Kristus kita adalah yang terbaik yang diutus Tuhan ke dalam dunia ini. Masalahnya, sudahkah kita memberikan dan melakukan yang terbaik bagi Tuhan kita? Sebab itu Paulus memperingati kita: Awasilah dirimu. Kita mempunyai status sebagai duta Kristus, tetapi juga mempunyai misi dan tanggung jawab dalam kehidupan kita.

AWASILAH AJARANMU

Pengajaran berhubungan dengan theologia, karena theologia berasal dari kata Yunani THEOS (Allah) dan LOGOS (firman, kalam, atau doktrin) Jikalau orang Kristen tidak memperhatikan dan memikirkan hal ini dengan serius, maka ada suatu bahaya yang akan mengancam kehidupan gereja. Pandangan keliru yang telah merasuki banyak orang Kristen sekarang; Pengajaran tidak penting dan theologia tidak perlu, yang penting pengalaman dan giat bekerja bagi Tuhan. Padahal tanpa doktrin yang benar, maka segala pelayanan kita tidak mempunyai arah dan tujuan. Tanpa theologia yang kuat, masa depan gereja akan suram. Di dalam Alkitab kita dapat melihat banyak contoh. Bileam disebut nabi palsu dan akhirnya dibinasakan Tuhan karena pengajarannya salah. Orang Kristen harus kembali kepada pengajaran Alkitab yang benar. Dalam hidup pelayananNya, Tuhan Yesus sangat menekankan pengajaran di dalam khotbah-khotbahNya. Contoh pengajaran di dalam Kristologi: Kristus adalah Allah sejati dan manusia sejati. Kalau Yesus Kristus bukan Allah sejati, Dia tidak dapat menjadi Juruselamat manusia; kalau Dia hanya manusia sejati, tetapi bukan Allah, maka Dia tidak dapat bangkit dari antara orang mati. Juga, kalau Yesus bukan manusia sejati, Dia tidak akan dapat mati di atas kayu salib menggantikan kita.

Di tengah perkembangan persekutuan-persekutuan yang cukup banyak sekarang ini, kita perlu memperhatikan: Orang yang berdiri berkhotbah harus terlebih dahulu belajar baik-baik. Jangan sembarangan mengajar orang lain sebelum kita mengerti benar-benar Firman Tuhan, karena pengertian yang salah akan menimbulkan kekacauan dalam gereja, dan dapat membingungkan dan membimbangkan orang Kristen. Sebagai orang Kristen, hamba Tuhan atau jemaat, kita harus mengerti Firman Tuhan dengan benar dan tepat, serta secara keseluruhan, baru kemudian kita boleh mengajar dan memberitakan Injil kepada dunia ini. Di dalam I Timotius 4:16 ini kita melihat ada suatu relasi yang erat diantara diri dan pengajaran kita. Kalau pengajaran kita salah/sesat, maka diri kita dan orang lain yang kita ajar tidak akan selamat. Tidak cukup kita hanya bergiat bagi Tuhan; kita harus mempunyai pengajaran yang benar. Memang pengajaran tidak menyelamatkan kita, melainkan hanyalah anugerah Allah yang kita terima pada saat kita percaya kepada Kristus. Tetapi seorang yang sudah diselamatkan harus dikuatkan dan bertumbuh menjadi orang Kristen yang dewasa dengan doktrin yang benar, pengajaran yang tepat, atau theologia yang sejati. Hanya orang Kristen yang bertumbuh dan menjadi kuat dalam pengenalan akan Tuhan yang dapat bekerja bagi Tuhan. Di dalam Kisah Para Rasul 26:24-25 kita membaca Rasul Paulus mengemukakan dan mempertanggungjawabkan semua pengetahuan Alkitab dan pengertian theologianya di hadapan raja Agripa dan para pejabat. Sekalipun Festus mencap dia gila, Paulus hanya menjawab: “Saya tidak gila. Saya mengatakan kebenaran dengan pikiran yang sehat!” Paulus adalah seorang yang berilmu, berpengetahuan Alkitab luas, dan mempunyai pengertian tentang theologia yang sangat dalam, tetapi dia rela menjadi “gila” bagi Tuhan; artinya, mempunyai hati yang berkobar-kobar bekerja bagi Tuhan. Sekarang kita melihat dua keadaan ekstrim: Banyak orang Kristen yang bergiat bagi Tuhan, tetapi tidak mempunyai pengetahuan yang dalam tentang kebenaran. Sebaliknya, banyak orang Kristen yang mengerti kebenaran sangat banyak, tetapi tidak rela bergiat bagi Tuhan. Hari ini gereja membutuhkan orang-orang Kristen yang mempunyai pengetahuan Alkitab yang luas tetapi juga rela bergiat melayani pekerjaan Tuhan. Kita yang hidup di zaman ini, relakah dan sudahkah kita mengawasi diri kita dan ajaran kita untuk kemuliaan Tuhan?

Ringkasan Khotbah : Pdt. Dr. Stephen Tong
Sumber : https://www.fica.org/ficalist/fica/teach/stong1