Tak dapat dipungkiri bahwa salah satu cara untuk menjaring Wajib Pajak yang seharusnya membayar pajak namun tidak membayar pajak atau membayar pajak namun tidak yang sebenarnya adalah dengan mencantumkan NIK bagi yang belum memiliki NPWP (memiliki NPWP namun sengaja menghindar) dalam setiap pembelian barang dari Pengusaha Kena Pajak. Kenapa pencantuman NIK ini menjadi penting, tentu arahnya adalah agar si pembeli tersebut dapat diketahui jumlah barang dagangannya (bagi yang bukan konsumen akhir) atau biaya hidupnya jika pembelian tersebut adalah barang konsumsi (bagi konsumen akhir). Karena selama ini Direktorat Jenderal Pajak sulit menjangkau identitas pembeli karena tidak mencantumkan NPWP dan/atau Nomor Induk Kependudukan sehingga percaya saja dengan apa yang sudah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT).
Maka, pemikiran pencantuman Nomor Induk Kependudukan (NIK) bagi pembeli Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah suatu terobosan yang baik apalagi sekarang faktur pajak sudah dilakukan dalam bentuk elektronik. Pemberlakuan ini bukanlah serta merta namun selaras dengan semangat yang yang tercantum dalam pasal 13 ayat (5) UU PPN khususnya poin b yaitu Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 16/PJ/2014
Ketentuan PER-16/PJ/2014 ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Juli 2014 untuk pelaksanaan Pasal 4 ayat (2), Pasal 11 ayat (1), Pasal 11 ayat (2), Pasal 12 ayat (2), dan Pasal 19 huruf f Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik.
Dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Direktur Pajak nomor PER-16/PJ/2014 tentang tata cara pembuatan dan pelaporan faktur pajak elektronik disebutkan bahwa e-faktur harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa kena Pajak yang paling sedikit memuat :
- nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
- nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
- jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
- Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
- Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
- kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
- nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Hal ini dilakukan agar faktur pajak tersebut memenuhi persyaratan formal dan material dimana persyaratan formalnya adalah apabila diisi lengkap, jelas dan benar sesuai dengan persyaratan tersebut di atas. Dalam PER-16/PJ/2014 ini belum disebutkan penggunaan Nomor Induk Kepegawaian bagi Wajib Pajak yang belum memiliki NPWP apabila melakukan pembelian kepada Pengusaha Kena Pajak.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 26/PJ/2017
Ketentuan PER-26/PJ/2017 yang berlaku sejak 1 Desember 2017 adalah tentang perubahan Peraturan Direktur Jenderal pajak nomor PER-16/PJ/2014 tentang tentang tata cara pembuatan dan pelaporan faktur pajak elektronik. Ketentuan PER-16/PJ/2014 tentang tata cara pembuatan dan pelaporan faktur pajak elektronik diubah dengan PER-26/PJ/2017 yaitu dengan menyisipkan pasal 4A yang secara keseluruhan berisikan :
ayat (1) : Keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2) harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya.
ayat (2) : Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b (nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak), bagi pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak Orang Pribadi yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, maka identitas pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak Orang Pribadi wajib diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
- nama dan alamat pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak diisi dengan nama dan alamat sebagaimana tercantum dalam Kartu Tanda Penduduk atau Paspor; dan
- Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak diisi dengan NPWP 00.000.000.0-000.000 dan wajib mencantumkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau nomor Paspor untuk Warga Negara Asing (WNA) dalam kolom referensi aplikasi e-Faktur.
Hal yang menjadi permasalahan dalam PER 26/PJ/2017 ini bukanlah persoalan pencantuman NIK bagi pembeli yang tidak memiliki NPWP namun pemberlakuannya, dimana PER ini ditetapkan tanggal 29 Nopember 2017 dan berlaku sejak tanggal 1 Desember 2017 tepat 1 hari sejak pak Direktur Jenderal Pajak pensiun. Hal ini sempat membuat kepanikan bagi Pengusaha Kena Pajak karena terancam sanksi pasal 14 ayat (4) UU KUP.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 31/PJ/2017
Ketentuan PER-31/PJ/2017 yang berlaku sejak 1 April 2018 adalah tentang perubahan kedua atas Peraturan Direktur Jenderal pajak nomor PER-16/PJ/2014 tentang tentang tata cara pembuatan dan pelaporan faktur pajak elektronik. Ketentuan ini melegakan berbagai pihak, adapun perubahan dalam ketentuan PER-26/PJ/2017 tentang perubahan PER-16/PJ/2014 tentang tata cara pembuatan dan pelaporan faktur pajak elektronik kembali lagi diubah melalui PER-31/PJ/2017 tanggal 29 Desember 2017, diantaranya adalah pasal 4a yang meliputi :
ayat (1) dihapus
ayat (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, bagi pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak Orang Pribadi yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, maka identitas pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak Orang Pribadi wajib diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
- nama dan alamat pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak diisi dengan nama dan alamat sebagaimana tercantum dalam Kartu Tanda Penduduk atau Paspor; dan
- Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak diisi dengan NPWP 00.000.000.0-000-000 dan wajib mencantumkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau nomor Paspor untuk Warga Negara Asing (WNA).
ayat (3) Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak Orang Pribadi yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menyampaikan keterangan berupa nama, alamat dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau nomor Paspor untuk Warga Negara Asing (WNA) kepada Pengusaha Kena Pajak yang membuat e-Faktur.
ayat (4) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak penjual tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam aplikasi atau sistem elektronik yang telah di tentukan dan/atau disediakan Direktorat Jenderal Pajak, e-Faktur tidak dapat diterbitkan.
ayat (5) Dalam hal e-Faktur diterbitkan dengan tidak mencantumkan keterangan yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan/atau sesungguhnya, e-Faktur tersebut termasuk e-Faktur yang diterbitkan tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.
Namun, kegaduhan tetap muncul diantaranya kolom referensi di aplikasi e-faktur yang bersifat optional yang tampak membuat Pengusaha Kena Pajak bingung dan beberapa pembeli yang membatalkan pembeliannya karena kurangnya sosialisasi dan kondisi lain-lain.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 09/PJ/2018
Akhirnya tibalah pada ketentuan PER-09/PJ/2018 yang berlaku sejak tanggal 1 April 2018 adalah tentang penundaan pemberlakuan ketentuan pencatuman identitas pembeli sebagaimana dimaksud pasal 4 A PER-16/PJ/2014 tentang tata cara pembuatan dan pelaporan faktur pajak berbentuk elektronik sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-31/PJ/2017.
Adapun pertimbangan penundaan pemberlakuan pencatuman identitas pembeli khususnya Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada e-faktur adalah :
- kesiapan infrastruktur;
- kesiapan Pengusaha Kena Pajak
Dalam Siaran Pers nomor 18/2018 tanggal 29 Maret 2018 Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat yaitu Hestu Yoga Saksama menjelaskan bahwa kebijakan penundaan ini adalah wujud nyata bahwa pemerintah, dalam hal ini DJP senantiasa mendengar masukan masyarakat dan konsisten dalam menjaga situasi yang kondusif bagi dunia usaha.
Penutup
Satu kali seorang kawan fiskus mendapat data bahwa ada salah satu Wajib Pajak pengusaha Orang Pribadi yang merupakan bagian dari pengawasannya telah melakukan pembelian hampir 11 kali lebih besar dari penjualan yang dilaporkannya. Sebagai petugas pajak tentu beliau merasa ditipu oleh Wajib Pajak terkait Surat Pemberitahuan yang dilaporkan selama ini.
Yang menarik adalah dari mana data tersebut diperoleh? Data tersebut diperoleh dari pembelian yang selama ini menggunakan NPWP 00.000.000.0-000.000 yang dikelola dan diproses dengan waktu yang lama. Sehingga jika saja NPWP 00.000.000.0-000.000 juga mencatumkan Nomor Induk Kependudukan tentu Wajib Pajak memiliki ruang gerak yang terbatas untuk tidak menyampaikan SPT secara benar, lengkap dan jelas. Dan bagi Wajib Pajak yang selama ini sudah menyampaikan SPT dengan benar, dan lengkap akan merasakan keadilan yaitui keadilan yang sama dalam membayar pajak.
Namun, kebijakan ini kembali tertunda sampai kapan…? mungkin setelah pesta demokrasi… 😛
Artikel Terkait :
Selamat Pagi Pak Taripar,
Terima Kasih sudah membahas topik ini, ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan.
sebenarnya masih ada kaitannya dengan pertanyaan Pak Frangky, hanya saja mengenai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 26/PJ/2017 ini jika si pembeli barang tidak memiliki NPWP kemudian identitas KTP nya sdh expired gmn ya pak solusinya??hehe…
Terima Kasih
Selamat Malam Pak Taripar,
Terima kasih sudah mengangkat topik ini. Saya ingin menanyakan beberapa hal.
Jika ada WP PKP “Nakal” menggunakan identitas orang lain (bukan pembeli sebenarnya) dalam e-faktur, bagaimana DJP mengantisipasinya? tentunya ini akan sangat merugikan orang lain yang dipakai identitasnya ini (minimal orang ini “rugi waktu” jika diminta klarifikasi oleh KPP).
Di dunia bisnis, WP PKP pasti mempunyai “salesman” (pegawai tetap maupun bukan pegawai) yang mempunyai tugas canvasing & menjual produk perusahaan tersebut sesuai target perusahaan. Namun rata-rata “Salesman” tidak mau memberikan kontak/identitas pembeli kepada perusahaan dengan alasan “takut” perusahaan tidak akan memakai jasa mereka lagi apabila perusahaan sudah tahu kontak pembelinya. Jika peraturan mengenai NIK ini jadi diterapkan tentu akan menjadi “Dilema” bagi perusahaan. Bagaimana solusi dari bapak mengenai masalah ini ? hehehe….
terima kasih