Hari pertama di tempat kerja baru kali ini tampak biasa-biasa saja (kadang hati bertanya, apakah ini pengaruh kasus-kasus pajak yang terjadi dan diberitakan oleh berbagai media), padahal banyak hal yang tak paham tentang pekerjaan yang akan dihadapi kali ini terutama hal-hal formal. Kalau pun ngerti paling seputar kulit-kulitnya aja. Namun seperti biasa dituntut untuk belajar  sendiri. Maka kali ini saya mencoba mempelajari hal-hal yang menjadi pekerjaan ogut beberapa tahun kedepan. Nah bagi anda penelaah keberatan baru mari kita belajar bersama. Disini coba saya kompilasikan menurut tingkatannya dan sekilas prosedur dan  pekerjaan yang menurut saya perlu dipahami dan sebagai arsip ogut sendiri :).

UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK

1. Pembetulan (Pasal 16 UU KUP, Pasal 34 PP 74/2011)

Atas permohonan WP atau karena jabatan, Dirjen Pajak (KPP) dapat membetulkan: SKP, STP, SK Pembetulan, SK Keberatan, SK Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi, SK Pengurangan/Pembatalan Ketetapan Pajak, SKPPKP, atau SKPIB  jika terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan per-UU-an Pajak sepanjang Tidak mengandung persengketaan antara DJP dan WP Hal-hal yang bersifat human error (Manusiawi).

Salah Tulis, kesalahan yang dapat berupa nama, alamat,NPWP, nomor SKP, jenis pajak, Masa Pajak atau Tahun Pajak, dan tanggal jatuh tempo.

Salah Hitung, kesalahan yang berasal dari penjumlahan dan/atau pengurangan dan/atau perkalian dan/atau pembagian suatu bilangan.

Keliru penerapan ketentuan pajak, kekeliruan dalam penerapan tarif, kekeliruan penerapan persentase NPPN, kekeliruan penerapan sanksi administrasi, kekeliruan PTKP, kekeliruan penghitungan PPh dalam tahun berjalan, & kekeliruan dalam pengkreditan pajak.

Pengertian “membetulkan” meliputi :
– Penambahan
– Pengurangan
– Penghapusan
tergantung pada sifat kesalahan dan kekeliruannya.

Pembetulan terkait PBB/BPHTB (PER Dirjen Pajak No 37/PJ./2008)

  • Yang bisa dibetulkan al: SPPT, SKP PBB, STP PBB, SK Pembetulan, SK Keberatan, dll.
  • Tidak mengandung persengketaan dengan fiskus seperti: kesalahan penulisan NOP, nama WP, alamat, luas tanah, kesalahan hitung, perkalian, luas bangunan, dll atau kekeliruan penerapan ketentuan dalam perundang-undnagan PBB atau BPHTB
  • Permohonan  pembetulan SPPT dapat diajukan secara kolektif

Cara Mengajukan :

  1. Disampaikan ke Kantor Ditjen Pajak yg menerbitkan surat keputusan
  2. Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia disertai dengan alasan yang mendukung
  3. permohonan untuk 1 skp/STP/surat keputusan lain
  4. Ditandatangani oleh WP, dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan WP, harus dilampiri dengan surat kuasa khusus

Bentuk Keputusan :

  1. menambahkan
  2. mengurangkan atau menghapuskan jumlah pajak yang terutang dan/atau memperbaiki kesalahan dan kekeliruan lainnya
  3. menolak permohonan Wajib Pajak

2. Keberatan (Pasal 25 KUP)

Bila WP berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak, dan pemotongan / pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya, WP dapat mengajukan keberatan hanya kepada Dirjen Pajak (KPP-Kanwil), yaitu keberatan dapat meliputi SKPKB, SKPN, SKPLB, SKPKBT, dan Pemotongan/Pemungutan pihak ke III.

persyaratan formal yang harus dipenuhi meliputi :

  • Ditulis dalam bahasa Indonesia
  • Mengemukakan jumlah pajak yg terutang atau jumlah pajak yg dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dg disertai alasan-alasan yg menjadi dasar penghitungan
  • 1(satu) keberatan untuk 1(satu) skp / pemotongan pajak / pemungutan pajak
  • WP melunasi pajak yg masih harus dibayar minimal sejumlah yg disetujui WP dalam closing conference
  • Dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal dikirim skp atau sejak tanggal pemotongan / pemungutan pajak oleh pihak III kecuali force majeur.
  • Ditandatangani oleh WP. Jika kuasa WP, harus diampiri surat kuasa khusus.

Hal yang perlu dipahami dan ingat bagi pemohon adalah permohonan yang tidak memenuhi syarat tersebut di atas, tidak dipertimbangkan. Setelah dilakukan penelitian oleh Penelaah Keberatan terhadap permohonan wajib pajak maka akan dikeluarkan suatu keputusan keberatan yang meliputi :

  1. Mengabulkan seluruhnya
  2. Mengabulkan Sebagian
  3. Menolak
  4. Menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar

Terhadap putusan yang dikeluarkan meliputi Poin 2, 3 dan 4 akan dikenakan Sanksi Denda sebesar 50% dari  Jumlah pajak dalam SK Keberatan – (dikurangi)  pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Yaitu dengan cara menerbitkan STP (Surat Tagihan Pajak).

Konsekuensi yang harus dipahami oleh wajib pajak yang mengajukan keberatan adalah wajib pajak tidak diperbolehkan mengajukan :

– Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi
– Pengurangan/Pembatalan skp
– Pembatalan skp dari hasil pemeriksaan

Dan hal-hal sehubungan dengan pengajuan keberatan

  1. WP dapat meminta keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi DPP, penghitungan rugi.
  2. Jumlah pajak yang belum dibayar tertangguh hingga 1 bulan sejak tanggal penerbitan SK-Keberatan
  3. Bila diajukan Banding, denda 50% tidak dikenakan

Contoh Kasus, bagi wajib pajak yang setelah keberatan tidak mengajukan Banding dapat dilihat sebagai berikut : Misalkan wajib Pajak ditetapkan (SKPKB) Senilai Rp. 1.2 Milyar dan wajib pajak hanya setuju Rp. 200 Juta. Maka sebelum mengajukan keberatan waib pajak harus terlebih dahulu membayar Rp. 200 Juta. Jika hasil keputusannya adalah menerima sebagian misalnya Rp. 800 juta maka perhitungan adalah (Rp. 800 Jt – Rp. 200 Jt = Rp. 600 Jt) dikalikan 50% yaitu Rp. 300 Juta. Maka secara keseluruhan wajib pajak harus membayar Rp. 900 Juta ((Rp. 800 Juta – Rp. 200 Jt) + Rp. 300 Juta).

Surat Pemberitahuan Untuk Hadir (SPUH), Pencabutan & Jangka Waktu :

  1. Sebelum menerbitkan SK Keberatan, DJP wajib meminta WP untuk hadir
  2. Pemberian keterangan dan penjelasan dari WP  dituangkan dalam Berita Acara
  3. Apabila WP tidak hadir , tetap dibuat BA dan proses keberatan  tetap dapat diselesaikan
  4. WP dapat mencabut keberatan sepanjang SPUH belum disampaikan kepada WP
  5. WP yang mencabut pengajuan keberatan tdk dpt mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan
  6. Keputusan paling lama  12 bulan sejak surat permohonan keberatan diterima

Dasar Hukum atas keberatan yaitu :

  1. Peraturan Menteri Keuangan 194/PMK.03/2007
  2. Per Dirjen Pajak 52/PJ/2010
  3. SE Dirjen Pajak  122/PJ.2010

3. Pengurangan, Penghapusan dan Pembatalan (Pasal 36 ayat (1) UU KUP

Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi

Dirjen Pajak karena jabatan atau atas permohonan WP dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi yang meliputi Bunga, Denda, dan Kenaikan dalam hal Sanksi yang dikenakan karena kekhilafan WP atau bukan karena kesalahannya, sesuai Pasal 36 ayat 1 huruf a UU KUP.

Atas permohonan ini wajib pajak hanya dapat mengajukan maksimal 2 (dua) kali  (Sesuai Pasal 36 ayat 1 huruf a UU KUP), dan harus memenuhi syarat formal karena Permohonan yang tidak memenuhi persyaratan formal, tidak dapat dipertimbangkan, adapun syarat formal tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia
  2. 1 (satu) permohonan untuk 1 STP/SKPKB/SKPKBT
  3. Alasan yang Jelas
  4. Ditandatangani oleh WP. Jika kuasa WP, harus diampiri surat kuasa khusus.
  5. Melunasi Pajak yang Terutang

Hal yang perlu diperhatikan  jika syarat formal terpenuhi adalah  permohonan  dapat diajukan dalam hal :

  1. tidak diajukan keberatan,
  2. telah diajukan keberatan, tetapi telah dicabut oleh WP,
  3.  telah diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan

Perlu diperhatikan juga bagi pemohon adalah pemohon wajib memberikan penjelasan dan atau pembuktian disertai dengan dokumen/bukti dan buku-buku pendukung baik dalam bentuk hard copy maupun soft copy sesuai surat permintaan dari unit kantor Direktorat Jenderal Pajak yang menyelesaikan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi.

Pengurangan Atau Pembatalan SKP/STP

Dirjen Pajak karena jabatan atau atas permohonan WP dapat mengurangkan atau membatalkan SKP & STP yang tidak benar, sesuai Pasal 36 ayat 1 huruf b dan c UU KUP.

Atas permohonan ini wajib pajak hanya dapat mengajukan maksimal 2 (dua) kali  (Sesuai Pasal 36 ayat 1 huruf a UU KUP), dan harus memenuhi syarat formal karena Permohonan yang tidak memenuhi persyaratan formal, tidak dapat dipertimbangkan, adapun syarat formal tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia
  2. 1 (satu) permohonan untuk 1 STP/SKPKB/SKPKBT
  3. Mencantumkan jumlah pajak  yang seharusnya terutang menurut penghitungan wajib pajak disertai dengan alasan yang mendukung permohonannya.
  4. Ditandatangani oleh WP. Jika kuasa WP, harus diampiri surat kuasa khusus.
  5. Disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar

Hal yang perlu diperhatikan  jika syarat formal terpenuhi adalah  permohonan  dapat diajukan dalam hal :

  1. tidak diajukan keberatan,
  2. telah diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan
  3.  telah diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan

Perlu diperhatikan juga bagi pemohon adalah pemohon wajib memberikan penjelasan dan atau pembuktian disertai dengan dokumen/bukti dan buku-buku pendukung baik dalam bentuk hard copy maupun soft copy sesuai surat permintaan dari unit kantor Direktorat Jenderal Pajak yang menyelesaikan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi.

Pembatalan Hasil Pemeriksaan atau SKP Hasil Pemeriksaan

Dirjen Pajak karena jabatan atau atas permohonan WP dapat membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau SKP dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan (Pasal 36 ayat 1 huruf d UU KUP) tanpa  :

  1. penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan
  2. pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan WP
Dan atas permohonan tersebut di atas wajib pajak hanya dapat mengajukan maksimal 1 (satu) kali, adapun dasar hukumnya adalah (Sesuai Pasal 36 ayat 1b UU KUP).

Jangka Waktu Penyelesaian

6 (Enam) bulan sejak  tanggal surat permohonan (LPAD = Lembar Pengawasan Arus Dokumen/bukti penerimaan surat dari KPP) Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Wilayah harus sudah mengeluarkan keputusan terhadap permohonan wajib pajak atas :

  1. Pembetulan suatu keputusan
  2. Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi
  3. Pengurangan/pembatalan  ketetapan pajak
  4. Pembatalan hasil pemeriksaan atau SKP Hasil Pemeriksaan

Apabila dalam jangka waktu tersebut telah lewat & Dirjen Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan yang diajukan oleh WP dianggap dikabulkan dan Dirjen Pajak harus menerbitkan keputusan sesuai dengan permohonan yang diajukan (Pasal 36 ayat  1c dan 1 d).

4. Banding

Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak  terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan  perundang-undangan perpajakan yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 14 Tahun 2002). Upaya penyelesaian  berada di pengadilan pajak.

Persyaratan formal dalam mengajukan banding adalah :

  1. Ditulis dalam bahasa Indonesia
  2. Mengemukakan alasan yang jelas
  3. Dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak SK Keberatan diterima
  4. Dilampiri dengan Salinan SK Keberatan

Apabila diminta oleh WP untuk keperluan pengajuan permohonan banding, Dirjen Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar SK-Keberatan yang diterbitkan (Pasal 35 dan 36 UU PP).

Dalam hal sehubungan pengajuan banding wajib pajak dapat meminta keterangan tertulis mengenai dasar keputusan, dan jumlah pajak yang belum dibayar tertangguh hingga 1 bulan sejak tanggal putusan banding serta Jumlah pajak yang diajukan banding belum merupakan utang pajak sehingga tidak ditagih dengan surat paksa.

Keputusan banding meliputi  (Pasal 27 KUP) :

  1. Mengabulkan seluruhnya
  2. Mengabulkan Sebagian (sanksi Denda  STP 100%  : Jumlah pajak dalam Putusan Banding – Pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan)
  3. Menolak  (sanksi Denda  STP 100%  : Jumlah pajak dalam Putusan Banding – Pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan)
  4. Menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar (sanksi Denda  STP 100%  : Jumlah pajak dalam Putusan Banding – Pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan) 

5. Gugatan

Wajib pajak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak atas keputusan selain (Pasal 37 PP 74/2011) :

  • SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar) yang sesuai dengan prosedur
  • SK Pembetulan, SK Keberatan yang telah sesuai prosedur
  • SK Pengurangan/pembatalan ketetapan pajak
  • SKPPKP (Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak)

Prosedur Gugatan (Pasal 35-45 UU PP)

  1. Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak
  2. Jangka Waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap pelaksanaan penagihan Pajak adalah 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan
  3. Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap Keputusan adalah 30 hari sejak tanggal diterima Keputusan yang digugat
  4. Jangka waktu sebagaimana dimaksud tidak mengikat apabila jangka  waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat
  5. Perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud adalah 14 hari terhitung sejak berakhirnya keadaan di luar kekuasaan penggugat
  6. Terhadap 1 pelaksanaan penagihan atau 1 Keputusan diajukan 1 Surat Gugatan
  7. Gugatan yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan tidak dapat diajukan kembali
  8. Gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya penagihan Pajak atau kewajiban  perpajakan
  9. Penggugat dapat mengajukan permohonan agar tindak lanjut pelaksanaan penagihan Pajak  ditunda selama pemeriksaan Sengketa Pajak sedang  berjalan, sampai ada putusan Pengadilan Pajak.

6. Peninjauan Kembali

Landasan hukum Peninjauan Kembali dalam sengketa pajak terdapat pada pasal 77 ayat (3) UU Nomor 14 Tahun 2002.”Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung”. Beberapa alasan dalam melakukan Peninjauan Kembali  sesuai pasal 91 UU PP yaitu :

  • Apabila putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan  yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti  yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu.
  • Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang apabila diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan menghasilkan putusan yang berbeda.
  • Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut, kecuali yang diputus berdasarkan Pasal 80 ayat (1) huruf b dan c (Mengabulkan sebagian atau seluruhnya dan Menambah pajak yang harus dibayar).
  • Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan  belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya.
  • Apabila terdapat suatu putusan  yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Permohonan peninjauan kembali dilakukan 1). Dalam jangka waktu paling lambat 3(tiga) bulan terhitung sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan hakim pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap. 2). Dalam jangka waktu paling lambat 3(tiga) bulan terhitung sejak ditemukan surat-surat bukti yang hari dan tanggal ditemukannya harus dinyatakan dibawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenenang.

Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak dan membayar biaya perkara yang diperlukan. Hal yang menjadi perhatian adalah Permohonan peninjauan kembali dapat dicabut sebelum diputus dan Dalam hal sudah dicabut permohonan peninjauan kembali tersebut tidak dapat diajukan lagi.  Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak.

Permohonan peninjauan kembali diajukan oleh pemohon secara tertulis dengan menyebutkan sejelas-jelasnya alasan yang dijadikan dasar permohonan itu dan dimasukkan di kepaniteraan Pengadilan  yang memutus perkara dalam tingkat pertama.

Putusan Mahkamah Agung  dapat meliputi :

  1. Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali, dengan  membatalkan putusan yang dimohonkan peninjauan kembali tersebut dan selanjutnya MA  memeriksa serta memutus sendiri perkaranya.
  2. Mahkamah Agung menolak permohonan peninjauan kembali, dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan itu tidak beralasan.
  3. Putusan atas permohonan peninjauan kembali harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

PENUTUP

Gambaran sengketa pajak secara keseluruhan seperti yang udah ogut ambil dan salin kembali tersebut di atas, moga-moga dapat memberi informasi dan berguna bagi wajib pajak, dan juga untuk mengingatkan fiskus dalam hal ini AR/Fungsional Pemeriksa untuk bekerja lebih hati-hati dalam mengeluarkan suatu produk hukum yang meliputi STP/SKP. Karena dari hasil perenungan selama 2(dua) minggu pertama duduk di Penelaah Keberatan yang hanya membaca dan mempelajari berkas-berkas sengketa yang menjadi tanggung jawab ogut akan semakin mengerti teknik dan metode yang dilakukan rekan-rekan tadi dalam membuat suatu produk ketetapan. 🙂

(Diambil dari berbagai sumber dan ketentuan-ketentuan yang berlaku sampai dengan saat ini dituliskan)