Dalam artikel sebelumnya yang berjudul “Sekilas Tentang Pengusaha Kecil” bahwa pengusaha (baik orang pribadi/perseorangan ataupun badan usaha) yang memiliki omset lebih dari Rp. 600.000.000,- wajib untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) dan bagi yang belum mencapai batasan tersebut dapat memilih untuk dikukuhkan. Setelah dikukuhkan wajib pajak secara otomatis dapat mengeluarkan Faktur Pajak serta mengkreditkan  faktur pajak atas pembelian (Credit Method). Namun adakalanya  wajib pajak harus membeli dari non PKP yang menyebabkan pajak yang kurang dibayar menjadi besar akibat pembelian tidak ada faktur pajaknya, maka dalam kondisi seperti ini wajib pajak dapat memilih menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan. Istilah ini dikenal dengan PKP yang memiliki peredaran usaha tidak melebihi jumlah tertentu.

Dasar Hukum

Peraturan Menteri Keuangan Nomor –74/PMK.03/2010 yang mulai berlaku tanggal 1 April 2010 tentang pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan bagi PKP yang mempunyai peredaran usaha tidak melebihi jumlah tertentu.

Pengusaha Kena Pajak

Pengusaha Kena Pajak yang dapat menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan adalah Pengusaha Kena Pajak yang mempunyai peredaran usaha dalam 1 (satu) tahun buku tidak melebihi Rp 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah). Hal ini bertujuan agar pengusaha yang omsetnya masih dibawah batasan tersebut serta bagi pengusaha yang baru berdiri dan melakukan pembelian dari Non PKP dapat tetap mengkreditkan dengan aturan khusus.

Namun apabila Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan wajib beralih menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran mulai Masa Pajak berikutnya setelah peredaran usahanya melebihi Rp 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah).

Mekanisme Untuk Menjadi PKP Jenis Ini

Pengusaha Kena Pajak yang bermaksud menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan harus memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan paling lama pada saat batas waktu penyampaian SPT Masa PPN Masa Pajak pertama dalam tahun buku dimulainya penggunaan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan, atau pada saat batas waktu penyampaian SPT Masa PPN saat dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, bagi Wajib Pajak yang baru dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Tata Cara Penghitungan

Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang dihitung menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan (Deemed PM), yaitu sebesar

  • 60% (enam puluh persen) dari Pajak Keluaran (10% dari DPP) untuk penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP); atau
  • 70% (tujuh puluh persen) dari Pajak Keluaran (10% dari DPP) untuk penyerahan Barang Kena Pajak (BKP).

Contoh :

Gunawan (Pengusaha Orang Pribadi) menggunakan Deemed PM, dalam masa Juni 2013 melakukan transaksi penyerahan BKP sebesar Rp. 100.000.000,- serta melakukan penyerahan JKP sebesar Rp. 120.000.000,-, maka PPN yang harus dibayar adalah :

Pajak Keluaran atas (BKP) adalah 10% x Rp. 100.000.000 = Rp. 10.000.000,-
Pajak Keluaran atas (JKP) adalah 10% x Rp. 120.000.000 = Rp. 12.000.000,-
Total Pajak Keluaran adalah Rp. 22.000.000,-
Maka :
Pajak Masukan atas BKP adalah 70% x Rp. 10.000.000 = Rp. 7.000.000
Pajak Masukan atas JKP adalah 70% x Rp. 12.000.000 = Rp. 7.200.000
Total Pajak Masukan Rp. 14.200.000,-
PPN yang harus dibayar adalah PK – PM (Rp. 22.000.000 – Rp. 14.200.000,- = Rp. 7.800.000,-).

 

Pajak Pertambahan Nilai yang wajib disetor pada setiap Masa Pajak dihitung dengan cara Pajak Keluaran dikurangi dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sebagaimana persentase dijelaskan di atas , sehingga :

  1. bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak adalah sama dengan 4% (empat persen) dari Dasar Pengenaan Pajak;
  2. bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak  adalah sama dengan 3% (tiga persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.

Implikasi Dan Hal Lain Dalam Ketentuan  Ini

Terkait bagi wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan dalam penghitungan pajak penghasilan maka Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan menurut ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini tidak dapat membebankan Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai biaya untuk penghitungan Pajak Penghasilan.

Dalam hal terjadi retur, PPN atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang dikembalikan atau diretur oleh pembeli, mengurangi Pajak Pertambahan Nilai yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak penjual dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sepanjang Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.

Apabila Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan memilih beralih menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran, Pengusaha Kena Pajak hanya diperbolehkan mulai menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak pertama tahun buku berikutnya.

Pengusaha Kena Pajak yang memilih beralih menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran harus memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan paling lama pada batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak pertama dalam tahun buku dimulainya penggunaan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran.

 

 

Artikel Terkait