Hukum kelima hingga kesepuluh adalah enam perintah yang berkaitan dengan relasi antar manusia, agar manusia dapat hidup rukun, suci, aman, dan bahagia. Maka perintah pertama dari bagian ini: Hormatilah ibu-bapa yang telah melahirkan dan membesarkanmu. Meski mungkin mereka bukanlah orang tua yang sempurna, namun setidaknya, Tuhan telah memberi mereka hak untuk mengatur, membesarkan, dan mendidik engkau. Itu sebabnya, perintah ini tidak disertai dengan syarat: kalau orang tuamu tidak beres, engkau boleh saja membunuhnya, melawannya, mengkhianatinya, atau melecehkannya; melainkan Alkitab menegaskan hormatilah orang tuamu tanpa perkecualian. Perintah kedua dari bagian ini: Jangan membunuh. Tuhan tak mengizinkan kita membenci atau menghina orang lain, yang Dia cipta menurut peta teladan-Nya. Karena puncak dari membenci orang adalah mengenyahkan nyawanya. Dia ingin kita menghargai dan menghormati setiap orang, maka firman-Nya: Barangsiapa menumpahkan darah orang, darahnya juga akan ditumpahkan. Dengan itu Allah menegaskan bahwa nilai setiap orang sama. Maka jangan kita memandang orang yang miskin, yang bodoh, yang cacat, atau yang sakit sebagai orang yang tak bernilai, boleh kita perlakukan dengan semena-mena. Dan perintah yang ketiga dari bagian ini, yang akan kita bahas sekarang: Jangan berzinah.

Signifikansi Perintah Ini
Kalau kita mengamati dan membandingkan Kitab Suci dengan kitab-kitab agama lain, kita akan menyadari bahwa tidak ada kitab yang lebih tinggi dari Alkitab; firman Tuhan yang mengikat manusia dengan enam perintah: hormatilah orang tuamu, jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan bersaksi dusta, jangan melanggar milik orang lain. Jangan berzinah adalah perintah yang sangat penting.

Kitab Suci, khususnya Perjanjian Lama, begitu menekankan “Jangan berzinah” karena Tuhan kita adalah Tuhan yang suci. Bakat, talenta, ilmu dapat kita pelajari atau palsukan, tetapi kesucian tidak mungkin dipalsukan atau dipelajari, karena kesucian adalah substansi yang paling esensial. Ada pendeta yang mempunyai banyak bakat, talenta, bahkan sanggup memukau massa, tetapi gagal dalam satu perkara, yaitu hidup suci. Ini menunjukkan bahwa kesucian tidak mungkin dipalsukan. Bagaimanapun setan memoles diri hingga terlihat sebagai malaikat terang, ia tetap tidak mungkin mencapai kesucian. Setan adalah si jahat, yang penuh dosa, kepalsuan, dan dia adalah bapa penipu.

Allah kita adalah Allah yang suci, maka hanya Kristus yang dapat menyatakan kesucian yang melampaui semua pendiri agama atau filsafat manapun juga. Socrates, Confucius, Shakyamuni, atau Muhammad tidak mungkin dapat memiliki dan menyatakan kesucian seperti Kristus, karena mereka sendiri mengakui bahwa mereka tidak lepas dari salah dan mereka adalah orang berdosa. Mereka percaya bahwa masih ada jalan keluar dari dosa dengan motivasi agama. Di lain pihak, Kristus suci mutlak, tidak bercacat cela, tanpa noda dan dosa di sepanjang hidup-Nya, sehingga bukan hanya mengatakan dan mengajarkan, tetapi juga menyatakan dan memberi teladan kesucian. Kristus mengatakan: “Barangsiapa melihat Aku, ia melihat Dia yang mengutus Aku” (Yoh. 12:45), yaitu Dia yang menuntut untuk engkau hidup suci di dalam segala perkara (1Ptr. 1:15-16), dan Dia juga yang telah memanggil engkau. Tuhan itu adalah Tuhan yang suci adanya. Oleh karena itu, semua ajaran, perintah, yang keluar dari-Nya pasti akan memiliki sifat moral-Nya yang suci, yang tidak mungkin bisa disejajarkan dengan ilah atau berhala ciptaan manusia.

Kesucian adalah zat ilahi yang tidak terbandingkan. Allah itu adalah Allah yang cemburu. Di dalam terjemahan Alkitab bahasa Mandarin, ayat ini dinyatakan sebagai Allah yang cemburu terhadap kejahatan dan kebobrokan; bukan cemburu karena kita lebih baik atau lebih unggul dari-Nya, melainkan karena kita jahat, penuh noda dan mendukakan Tuhan yang suci. Ia telah menciptakan kita menurut peta teladan-Nya, maka Ia ingin kita juga hidup suci. Dia memberikan kita hati nurani untuk menjadi pengawas yang memancarkan kesucian-Nya. Dengan demikian, kita bisa senantiasa waspada terhadap dosa. Saat hati nurani seseorang tidak berfungsi dengan baik, maka dia akan seperti binatang, bahkan lebih buruk dari binatang, tidak menyadari pentingnya kesucian hidupnya.

Kesucian Seksual
Allah yang suci menuntut kita hidup suci di dalam segala perkara, khususnya di dalam hubungan seksual. Firman Tuhan mengatakan: “Jangan biarkan anakmu menikah dengan bangsa lain yang tidak takut kepada-Ku, karena dia akan terseret ke dalam dosa perzinahan” (Ul. 7:3-4).[1] Bangsa-bangsa yang tidak takut akan Allah sering kali kehidupan seksualnya juga tidak beres. Allah ingin agar kita, umat-Nya, memiliki cara hidup yang berbeda dari mereka. Kita harus hidup suci. Untuk itu, kita harus menguduskan hubungan seksual kita, suatu anugerah yang Tuhan telah berikan kepada kita.

Ketika Revolusi Perancis mulai tercetus dari tahun 1789 hingga 1793, Marie Antoinette dan Louis XVI dipenggal kepalanya dengan guillotine, memberikan dampak memuncaknya semangat humanisme, di mana orang tidak lagi mempunyai rasa takut akan Tuhan. Kebencian terhadap politik dan sikap mulai melakukan hubungan seksual secara sembarangan melanda Perancis. Maka, di abad XIX, Perancis tidak mengalami kebangunan rohani apa pun. Memang di situ ada sekelompok kecil orang Huguenots, yaitu orang-orang Calvinis yang begitu setia memegang firman Tuhan, tetapi secara keseluruhan, Perancis menjadi sangat sekuler. Hidup mereka begitu duniawi, humanistik, egosentrik, dan menjadikan bangsa ini terikat oleh semua dosa-dosa yang keji. Hal ini sama sekali berbeda dengan Inggris. Dalam lima puluh tahun terakhir abad XVIII, muncul orang-orang seperti John Wesley, George Whitefield, Robert Raikes, tokoh-tokoh rohani yang mengabarkan Injil, membawa Inggris dan Irlandia mengalami kebangunan rohani yang amat besar. Puluhan bahkan ratusan ribu orang bertobat. Akibatnya, banyak klub malam, tempat dansa, tempat jual minuman keras dan tempat mabuk, tempat judi, dan prostitusi tutup satu per satu. Inilah kebangunan rohani yang sejati, di mana terdapat buah pertobatan yang nyata. Orang berhenti mabuk, berhenti berjudi, berhenti berzinah, lalu menangisi dosa mereka, bertobat, dan mulai mencari kehendak Tuhan. Mereka mulai sungguh-sungguh membaca Kitab Suci, memuji Tuhan, dan hidup suci. Inilah perbedaan Inggris dan Perancis. Di saat Perancis menjadi semakin humanis, berpusat pada diri, semakin jauh dari Tuhan, di Inggris banyak orang berpaling kepada Tuhan, dan menjadi negara yang paling banyak mengirim misionaris ke seluruh dunia.

Ketika liberalisme mulai menggerogoti Inggris di akhir abad XIX dan awal abad XX, kini giliran Amerika Serikat mulai mengutamakan penginjilan, sehingga di awal abad XX, Amerika Serikat menjadi negara yang paling banyak mengirim misionaris ke seluruh dunia. Kini Amerika Serikat juga sudah mulai merosot, sementara sekalipun Inggris masih dikenal sebagai negara Kristen, saat ini dari seratus pemuda, mungkin hanya satu yang masih menginjakkan kakinya di gereja. Keadaan ini jauh lebih minim daripada keadaan di Indonesia yang dikenal sebagai negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia.

Ketika Perancis beralih ke sekularisme di abad XIX, mereka meninggalkan kehidupan yang suci. Di sekitar tahun 1820-an, ada satu lembaga (society) di Paris yang memberikan hadiah besar bagi wanita yang memelihara keperawanannya hingga hari pernikahannya. Pada awalnya masih ada sedikit orang yang menerima hadiah itu, tetapi mulai tahun 1850-an, sampai sekarang, sudah tidak ada yang menerima hadiah itu lagi. Itulah keadaan dunia kita. Bagaimana dengan kita?

Otoritas Kebenaran
Hukum “Jangan berzinah” sejak dari pertama kali Musa menerimanya dari Tuhan hingga hari ini, tetap tidak berubah. Allah adalah Allah yang kekal dan tidak berubah, baik dari dahulu, sekarang, sampai selama-lamanya. Sekalipun manusia selalu menuntut perubahan, kita perlu menyadari bahwa ada hal yang perlu berubah, tetapi ada juga hal-hal yang tidak perlu berubah. Semua yang benar, yang suci, dan yang sempurna tidak pernah boleh diubah. Jika yang benar diubah, akan menjadi tidak benar; yang suci diubah, akan menjadi tidak suci; dan yang sempurna diubah, tidak akan menjadi sempurna lagi.

Contoh sederhana terjadi di abad XIX, ketika seorang profesor musik di Moskow, Peter Ilich Tchaikovsky yang berada di bawah Anton Rubinstein, rektor di sekolah musik tersebut saat itu. Tchaikovsky menggubah Piano Concerto No. 1 yang sangat indah dan ketika ia tunjukkan kepada sang rektor. Dengan sombongnya Rubinstein mengomentari bahwa piano concerto itu tidak lazim dan perlu banyak koreksi, sehingga tidak pantas untuk dipentaskan. Malam itu Tchaikovsky sangat sedih. Ia menulis dalam buku hariannya, “Apa pun yang sudah sempurna tidak perlu lagi dikoreksi.” Lalu ia mengirimkan karya itu ke Chicago. Ternyata Chicago menilai piano concerto itu luar biasa, dan segera dipentaskan oleh Symphony of Chicago, diperkenalkan sebagai The New Piano Concerto No. 1 from Russia, ditulis oleh Peter Ilich Tchaikovsky. Pementasan itu dihadiri sangat banyak orang dan memberikan sambutan serta applause yang luar biasa. Sejak saat itu nama Tchaikovsky menjadi terkenal di dunia. Tidak lama kemudian, ketika peresmian dari The New York Carnegie Hall, Tchaikovsky diundang sebagai conductor. Di sini kita melihat bahwa gurunya bersikap sedemikian arogan dan terbiasa mengoreksi murid, tanpa mau mengoreksi diri.

Belakangan ini saya terus memperhatikan komentar dari para theolog Liberal yang terus mengkritik dan mau mengoreksi Alkitab. Sikap arogan yang menganggap diri lebih pandai dari Tuhan, tidak mau mengakui wahyu Tuhan, sebenarnya adalah ekspresi dari ketidakpercayaan kepada Tuhan. Maka di hadapan Tuhan ada dua jenis manusia, yaitu 1) yang beriman, dan 2) yang tidak beriman; mereka yang tahu kebenaran dan mau taat, berbeda dari mereka yang tahu tetapi selalu memberontak. Kita tidak boleh bermain-main karena setiap firman yang keluar dari mulut Allah tidak pernah salah dan tidak perlu dikoreksi.

Ketika saya mempelajari psikologi sekitar 20 tahun yang lalu, saya menemukan teori yang mengatakan bahwa kita tidak boleh mengajar anak dengan kata “jangan”. Tetapi mengapa di sini justru Tuhan yang mengajar kita dengan “jangan”? Tuhan mengajar: Jangan membunuh; Jangan berzinah; Jangan mencuri. Ada lima perintah dari Sepuluh Hukum yang diawali dengan kata “jangan”. Apakah itu berarti Allah kurang mengerti psikologi, sehingga perlu dikoreksi oleh psikolog dunia? Tidak! Para psikolog yang mengatakan, “Jangan mengajar anak-anak dengan menggunakan kata ‘jangan’,” sendirinya sudah mengajar dengan memakai kata “jangan”. Bukankah mereka sedang menampar mulut mereka sendiri? Allah tidak pernah bersalah. Manusia memang membutuhkan kata “jangan”. Itu tidak salah. Kita memang membutuhkan larangan agar kita tidak mempergunakan kebebasan kita dengan sembarangan. Manusia dicipta sebagai makhluk yang jauh lebih bebas dari binatang. Binatang bagai sudah diprogram, sehingga ketika mereka melakukan hubungan seks, itu dilakukan berdasarkan nafsu, atau naluri, yaitu kemauan yang paling rendah dan paling minim. Binatang tidak memiliki kelincahan, fleksibilitas, dan kebebasan untuk mencoba dan melakukan hal-hal yang ada di luar naluri (insting) mereka. Kucing tidak pernah punya keinginan untuk jalan-jalan ke Amerika Serikat atau mencoba belajar berenang dengan gaya tertentu. Di lain pihak, manusia bisa menahan diri, bisa memiliki rasa malu, karena Tuhan menciptakan dia berbeda dari semua makhluk. Manusia diciptakan dengan keunikan tersendiri dan dapat menikmati seks secara maksimal. Itu sebabnya, kita harus bersyukur kepada Tuhan untuk anugerah-Nya, di mana kita tidak dilahirkan sebagai kucing, melainkan sebagai manusia yang begitu lincah, begitu indah postur dan desain tubuhnya.

Saya adalah seorang yang menyukai seni dan desain. Saya sudah mengubah lebih dari empat puluh kali desain apartemen yang saya rancang. Saya mencari semua kemungkinan yang bisa membuat lebih indah dan fungsional. Saya selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi Tuhan, dengan cara mencari kemungkinan maksimum (maximum possibility). Seorang perancang pasti mengamati rancangan (desain) orang lain. Jadi wajar sekali kalau seorang perancang mode, mengamati desain terbaru dari Cartier, Dupont, Pierre Cardin, dan lain-lain. Tetapi di antara semua desain yang ada di alam semesta ini, tahukah Anda bahwa desain tubuh manusia adalah desain yang terindah? Ketika kita memperhatikan jari-jari kita saja, kita akan melihat sebuah desain yang begitu luar biasa indah dan fungsional. Jari kita tidak sama bentuk dan sama panjang. Tetapi keseluruhannya membentuk suatu harmoni yang indah dan sekaligus fungsi yang maksimal. Itu yang memungkinkan manusia bisa menciptakan pesawat, kapal, komputer, dan lain-lain. Tidak ada rancangan yang lebih indah dari tubuh manusia. Maka kata Leibniz, seorang filsuf Jerman, “Mungkinkah ada desain yang lebih bagus dari desain tubuh manusia?” Desain Allah akan tubuh manusia sedemikian indah dan sempurnanya. Orang yang pertama menyadari hal ini adalah Daud. Ia menyatakan, “Allah menciptaku dengan begitu indah dan ajaib.” Kita melihat hidung yang dicipta dengan begitu indah, dengan struktur kecil di atas, besar di bawah, dan terbuka menghadap ke bawah. Bisa dibayangkan jika terbuka ke atas, tentu air hujan akan mudah masuk dan kita kerepotan untuk membuat tutupnya. Dan tentu saja kita kesulitan menggantung kacamata kita. Demikian juga alis tidak di bawah mata, tetapi di atas mata, sehingga ketika hujan mata kita tidak kebanjiran. Seluruh penataan dibuat begitu indah.

Perintah Hidup Suci
Tubuh manusia juga dicipta oleh Tuhan sedemikian rupa yang memungkinkan kita menikmati seks secara maksimal. Tetapi aneh, mengapa manusia masih saja tidak puas dan ingin berzinah? Jika engkau ingin menikmati kenikmatan yang paling besar, hendaklah engkau menunggu itu sampai pada malam pengantinmu. Jangan sembarangan telanjang dan naik ke tempat tidur, mengunci kamar berduaan dengan orang yang kau cintai. Apa susahnya untuk tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah? Seorang pria yang tidak mampu menguasai dirinya sendiri, tidak layak untuk mengatur orang lain. Saya, sebagai pemimpin, harus terus waspada, menahan nafsu, mengontrol tabiat, karena sadar bahwa saya harus menjadi teladan. Seorang yang takut akan Tuhan, akan menyadari bahwa Allah senantiasa memperhatikan ke mana pun dia pergi. Tidak adakah Allah di kamar hotel atau di jok belakang mobilmu? Di mana engkau bisa menyembunyikan diri dari hadirat Tuhan?

Perintah “Jangan berzinah” dilandaskan pada kesucian Allah, sesuatu yang sangat kita butuhkan untuk mengikat kebebasan kita. Kerelaan untuk membatasi kebebasan kita adalah cara paling bijaksana untuk menjaga kesucian kita. Jadi, supaya kebebasanmu tidak menjadi buas, engkau perlu dengan rela mengikatnya. Ini adalah konsep yang paradoks. Mengapa kebebasan perlu diikat, bukankah kebebasan itu berarti tidak diikat? Ada orang desa, tidak memiliki pendidikan tinggi, tetapi hidupnya baik, hubungan suami istri beres. Sementara ada banyak orang yang mengaku Kristen, hidup seksualnya tidak beres. Kita perlu mengintrospeksi diri, jangan merasa bangga hanya sudah menjadi Kristen atau anak orang Kristen, tetapi hidup tidak beres; kecuali hatimu sungguh-sungguh taat kepada Tuhan, mau belajar, dan menjalankan firman Tuhan.

Tuhan memerintahkan umat-Nya untuk tidak berzinah karena Tuhan tidak ingin umat-Nya sama seperti orang kafir. Saya tidak habis berpikir, mengapa Abraham begitu tegar tidak mau pulang ke kampung halamannya sampai akhir hayatnya. Horowitz, salah seorang pianis terbesar dari Rusia pernah berjanji bahwa ia tidak mau pulang ke Rusia, kecuali komunis tidak lagi berkuasa di sana. Tetapi ketika sudah berusaha 84 tahun, dia tidak tahan lagi. Ia pun mengirim piano Steinway-nya ke Moskow dan ia pulang. Orang Moskow begitu gembira karena pianis terbesar itu mau pulang ke Rusia. Tetapi Abraham tidak. Ia berusia 75 tahun ketika meninggalkan Haran dan meninggal di usia 175 tahun. Selama seratus tahun itu Abraham tidak pernah kembali lagi ke sana. Saya meneladani dia, yaitu mulai sejak hari pertama saya menyerahkan diri saya, tidak pernah berpikir satu detik pun untuk kembali ke dunia ini, sekali pun diberi tawaran keuntungan duniawi yang sangat menggiurkan. Setelah Abraham menerima panggilan Tuhan, dia mengajak istrinya – yang begitu cantik, karena hingga usia 90 tahun masih diingini oleh raja – untuk pergi meninggalkan Haran. Mereka meninggalkan rumah di Ur, yang menurut data arkeologi paling sedikit memiliki 65 kamar, bahkan sampai 300 kamar, untuk tinggal di tenda sekitar 100 tahun lamanya. Tuhan meminta Abraham meninggalkan rumahnya, tetapi tidak diberi tahu ke mana dia akan pergi. Inilah cara Tuhan memimpin.

Ketika Tuhan memanggil Abraham, tanpa jelas masa depannya, mengapa Abraham mau ikut? Karena Tuhan yang memanggil. Ketika Anda sangat sulit mengikut saya, ketahuilah bahwa saya jauh lebih susah mengikut Tuhan. Tetapi dalam keadaan seperti itu, sampai tua saya tetap tidak kendur. Tuhan ingin kita tidak berpaling, tidak kembali ke jalan yang lama. Sekalipun ada alasan bagi Abraham untuk pulang mencarikan istri bagi anaknya, ia tetap tidak pulang dan memilih mengutus hambanya untuk pulang mencarikan pasangan bagi anaknya. Di sini kita melihat, Abraham tidak membiarkan anaknya mencari perempuan Kanaan, karena perempuan Kanaan terlalu mudah diajak naik ranjang, sementara orang Mesopotamia, sekalipun belum mengenal Allah, masih memelihara kesucian kehidupan seksual. Maka akhirnya hamba Abraham menemukan Ribka. Allah berkata, “Engkau adalah umat-Ku. Aku menghendaki agar engkau hidup suci, karena Aku Allahmu yang memanggil engkau, suci adanya.” Kesucian dimulai dari kesucian hubungan seksual, dari kesucian pernikahan. Itu sebabnya, jauhkan diri kita dari orang-orang yang berzinah. Jangan hidup seperti mereka karena hal itu sangat mendukakan hati Tuhan. Kasih yang tidak dipelihara dan dibatasi bukanlah kasih yang dari Tuhan. Kasih yang dari Tuhan adalah kasih yang suci, kasih yang cemburu akan kesalahan dan kebobrokan, dan kasih yang membenci perzinahan.

Rumah Tangga yang Suci
Hukum ketujuh menyusul perintah “Jangan membunuh” karena membunuh adalah melecehkan hidup sesama manusia dan merampas kuasa Tuhan, sedangkan berzinah adalah menghina ciptaan Tuhan, khususnya manusia dengan cara merusak kesucian. Kita telah membahas bahwa kesucian adalah zat, suatu substansi ilahi, yang tidak mungkin ditiru atau dipalsukan oleh siapa pun. Oleh karena itu, barangsiapa mau hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, mau taat kepada perintah-Nya, dia harus hidup suci.

Hidup suci sangat berkaitan erat dengan hubungan seksual. Dengan kata lain, Alkitab memandang penting akan pentingnya kesucian hubungan seksual. Itulah ciri khas iman Kristen yang murni dan benar. Tanpa melalui hubungan seksual, tidak mungkin suami istri akan melahirkan keturunan, melestarikan hidup seluruh umat manusia. Jadi, unit paling dasar di dalam masyarakat adalah rumah tangga. Masyarakat yang tidak menghargai dignitas rumah tangga akan hancur dengan sendirinya. Jika manusia melakukan hubungan seksual semaunya, dia tidak berbeda dari binatang. Bahkan, binatang yang sekalipun kehidupan seksualnya tidak Tuhan tuntut sedemikian rupa seperti pada manusia, tetap binatang tidak sekeji manusia yang melampiaskan nafsu berahinya tanpa tanggung jawab dan tanpa batas.

Karena rumah tangga adalah unit yang paling dasar dan paling penting di dalam pembentukan masyarakat dan negara, maka suami istri harus memelihara kehidupan rumah tangganya dengan ketat, menjalankan kehendak Tuhan atas dirinya. Oleh karena itu, Tuhan melalui Paulus berfirman kepada para suami, “Cintailah istrimu.” Dan dia menggambarkan cinta itu bagaikan cinta Kristus kepada Gereja-Nya, yang membuat-Nya rela turun dari sorga untuk mencari orang yang sudah menyimpang jauh dari Tuhan, yang sudah memberontak, berkhianat kepada-Nya, rela mati untuk menebus dan membawa mereka berpaling kepada-Nya, serta menjadikan mereka mempelai perempuan-Nya. Gereja adalah mempelai perempuan Kristus, yang disatukan dengan cinta kasih yang suci. Itu sebabnya, suami harus melakukan perintah Tuhan, mengasihi istrinya sama seperti Kristus mengasihi Gereja-Nya. Siapakah itu “Gereja-Nya”? Mereka adalah orang-orang yang tadinya begitu berdosa, menentang Tuhan, berkhianat terhadap kebenaran, merobek-robek janji Tuhan dengan manusia. Gereja-Nya adalah anak-anak yang terhilang, tetapi kasih Kristus menggerakkan mereka untuk bertobat dan menyebut Dia sebagai Tuhannya. Gereja-Nya adalah kaum yang sudah Dia tebus dan kuduskan dan dikumpulkan menjadi satu umat milik Allah yang dipisahkan dari dunia berdosa, untuk menjadi milik Sang Pencipta untuk kedua kalinya.

Di dalam Mazmur 24:1 tertulis, “Dunia dan segenap isinya milik Tuhan.” Bukankah itu berarti orang percaya maupun orang yang belum percaya sama-sama milik Tuhan? Jadi apa bedanya antara orang Kristen dengan non-Kristen? Orang non-Kristen menjadi milik Tuhan karena mereka dicipta oleh Tuhan. Kita menjadi miliki Tuhan karena kita dicipta oleh Tuhan dan ditebus lewat pengorbanan Anak-Nya, Tuhan Yesus Kristus. Melalui penebusan darah-Nya kita disebut sebagai orang suci, orang yang dikuduskan bagi Tuhan, untuk hidup suci di hadapan-Nya dan memuliakan Dia. Paulus berkata, “Aku telah menjodohkan kamu sebagai gadis yang suci kepada Kristus, maka engkau harus memelihara kesucian dirimu.” Inilah gambaran cinta yang sejati.

Cinta yang sejati itu mengandung tiga unsur yang penting, yaitu: 1) Motivasi yang jujur dan murni, tidak ada kebohongan di dalamnya. Maka orang yang mengatakan “Aku cinta padamu” dengan bergurau, tentu cintanya bukan cinta sejati. Cinta yang palsu, yang diucapkan hanya untuk menipu orang, suatu hari pasti akan terbongkar, karena cinta sejati itu sungguh-sungguh asli dan tulus. 2) Rela memelihara kesucian diri demi orang yang dicintai. Maka orang yang sungguh-sungguh mencintai seseorang, dia tidak mau mencemarkan dirinya dengan sembarangan. Cinta sejati itu suci dan rela memelihara kesucian diri dan kesetiaan untuk menyenangkan orang yang dia cintai. 3) Fokusnya hanya satu, karena kita tidak mungkin bisa mencintai dua orang secara bersama dan mencintai dengan derajat cinta yang sama. Hanya Alkitab yang memberikan penjelasan yang tepat tentang hal ini, yaitu karena Allah mencipta manusia menurut peta teladan-Nya, maka firman-Nya, “Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu” (Ul. 6:4-5). Dengan kata lain, Allah yang Esa itu telah mencipta engkau dengan suatu potensi yaitu kasihmu hanya boleh ditujukan kepada-Nya, Allah yang hanya Esa, yang tidak bisa digandakan kepada ilah-ilah lainnya. Hal yang sama berlaku di dalam hubungan suami istri. Dengan demikian tidak mungkin bagimu untuk bisa mengasihi dua orang pada saat yang sama dengan kualitas cinta yang sama. Hanya dengan cara seperti ini manusia bisa melestarikan kehidupannya, yaitu dengan menyelaraskan diri dengan kehendak Tuhan.

Baik psikologi maupun sosiologi membuktikan satu perkara. Sistem pernikahan yang paling baik adalah monogami, bukan poligami. Masyarakat yang menganut poligami tidak mungkin menikmati kebahagiaan yang lebih besar ketimbang masyarakat yang memelihara sistem monogami, di mana seorang pria menikah dengan seorang wanita, lalu keduanya sama-sama setia sepanjang hidupnya. Hanya sistem inilah yang menjamin kelestarian dan kesehatan umat manusia. Sistem ini menjamin kebahagiaan pasangan suami istri dan rumah tangganya. Jika seorang pria bercabang hati, mencintai beberapa perempuan, cintanya pasti tidak murni. Bukan berarti kita adalah malaikat yang bisa dan sanggup memelihara cinta terhadap pasangan hidup kita sepanjang hidup dengan kekuatan kita sendiri tanpa pikiran menyeleweng. Kita harus jujur bahwa kita sulit menikah dengan satu orang dan setia kepadanya seumur hidup tanpa sama sekali ada pikiran menyeleweng. Kita adalah orang berdosa yang diperhadapkan dengan berbagai godaan dan cobaan. Itu sebabnya, kita perlu mengikat janji di hadapan Tuhan. Oleh karena itu, di dalam upacara pernikahan, mempelai mengucapkan janji untuk mau setia kepada pasangannya, tidak peduli pada saat kaya atau miskin, lancar atau tidak lancar, sakit dan sehat, sampai akhir hidupnya. Untuk apa mempelai mengikat janji? Ikatan janji ini diperlukan untuk mengingatkan diri bahwa dia telah menikah di hadapan Tuhan, sehingga tidak boleh sembarangan dan harus bertanggung jawab. Jadi, ketiga hal ini: kesucian, kekekalan, dan hanya satu arah, adalah ciri dari kebahagiaan rumah tangga.

Negara yang menjunjung tinggi moralitas pasti akan menganut sistem monogami tanpa perkecualian. Meskipun ada agama-agama yang mengizinkan orang menikah dengan lebih dari satu orang, tetapi waktu mereka mendirikan negara, tentu tidak berani mencantumkan di dalam konstitusi mereka. Di Indonesia ada banyak agama, tetapi tetap menjunjung tinggi monogami, bukan poligami. Di dalam Undang-Undang Dasar tidak disebutkan, “Seorang pria boleh menikahi empat wanita,” karena sejak awal Allah hanya menciptakan seorang laki-laki, yaitu Adam, dan seorang wanita, yaitu Hawa. Orang Islam juga mengakui bahwa dalam keadaan darurat perang, di mana ada banyak pria mati di medan perang menyebabkan banyak wanita menjadi janda. Di saat seperti itu, barulah pria diizinkan menikahi janda-janda itu, untuk memelihara dan menghidupi mereka. Masalahnya, sekarang banyak orang menggunakan alasan bahwa Islam memberikan izin pria menikahi empat wanita, sehingga mereka menikah dengan lebih dari satu wanita. Ini mengundang kekacauan dan hilangnya kebahagiaan di dalam kehidupan keluarga. Jadi perintah “Jangan berzinah” Allah berikan demi kebaikan umat manusia.

Fungsi Seks dan Penggunaannya
Tuhan menciptakan fungsi seks menyebabkan manusia dapat melakukan hubungan seksual dengan leluasa dan menikmati kenikmatan tertinggi. Kita telah membahas bahwa binatang tidak mungkin dapat menikmati kenikmatan seks melebihi manusia. Postur tubuh manusia memungkinan diri bergerak lebih lincah puluhan, ratusan, bahkan ribuan kali dibanding dengan binatang.

Dua tahun lalu, saya membawa beberapa pendeta dan penginjil ke Beijing dan menonton suatu acara akrobat yang mempertontonkan tubuh mereka yang begitu lentur, begitu mengagumkan. Tuhan mencipta tubuh manusia dengan desain yang begitu luar biasa, sehingga memungkinkan kita menikmati hubungan seks puluhan kali lebih nikmat dari binatang. Itu sebab, jika engkau masih kurang puas dan masih mau bermain-main dengan seks, Tuhan akan menghajar engkau. Tetapi kalau suami istri saling setia sampai akhir, berapa banyak pun mereka melakukan hubungan seksual, tidak mungkin terjangkit penyakit kelamin. Tetapi kalau engkau melakukannya dengan orang kedua, ketiga, dan seterusnya, engkau akan memberi peluang terjangkit penyakit kelamin. Betapa besarnya dosa laki-laki yang melakukan hubungan seks dengan pelacur lalu menularkan penyakit kelamin ke istrinya. Begitu juga betapa besar dosa perempuan yang tidak setia kepada suaminya, berhubungan dengan pria lain, lalu menularkan penyakit kelamin ke suaminya. Saya berharap kita menjadi suami yang suci, yang mengasihi istri kita dan menjadi istri yang suci, yang taat kepada suami; sebagaimana Kristus mencintai Gereja, rela berkorban baginya, menyatakan cinta-Nya yang sejati, dan Gereja yang memahami kasih Kristus tentu akan taat dan bersedia membalas kasih-Nya.

Kadang-kadang kita percaya suami kita betul-betul baik, tetapi kenyataannya tidak. Kadang-kadang kita percaya istri kita begitu suci, tetapi ternyata tidak. Konon, jika seorang betul-betul suci seumur hidupnya, ketika di sorga nanti akan mengendarai Rolls-Royce. Dia pun mengendarai mobil itu mencari istrinya. Akhirnya dia menemukan istrinya sedang naik sepeda. Dia baru sadar bahwa cinta istrinya ternyata tidak sesuci cintanya terhadap istrinya. Ada juga orang yang meragukan cinta pasangannya sedemikian hebat, selalu melihat dia tidak setia, tetapi semua dugaannya itu sebenarnya tanpa dasar, sehingga mengundang kesusahan besar bagi dirinya maupun juga pasangannya. Ada seorang laki-laki yang istrinya terlihat jauh lebih muda dari dirinya dan sangat cantik. Ketika masih muda, ia tidak mengalami masalah psikologis apa pun, tetapi ketika ia mulai tua, ia mulai senantiasa ragu apakah istrinya masih mau setia kepadanya. Maka setiap kali istrinya pulang, dia selalu memeriksa pakaiannya, apakah ada rambut pria menempel di sana. Kalau ada, dia langsung menginterogasi istrinya. Istri itu dibuat susah luar biasa. Suatu hari ketika istrinya pulang, suaminya memeriksa pakaiannya sampai setengah jam dan tidak menemukan sehelai rambut melekat di sana, akhirnya dia menangis dengan keras. Dia berkata, “Sekarang saya baru tahu, ternyata orang botak pun kau mau.” Mengapa bisa begitu? Kalau orang sudah curiga, apa pun jadi salah. Betapa bahagianya kalau di dalam rumah tangga suami dan istri dapat saling percaya.

Namun, patutkan engkau dipercayai? Banyak orang ingin dihormati karena sangat tidak enak untuk tidak dihormati. Tetapi orang yang ingin dihormati perlu bertanya kepada diri mereka sendiri, apakah dia patut dihormati. Jika engkau memang patut dihormati, maka orang akan menghormati engkau; kalau engkau tidak layak dihormati, jangan mengharap orang menghormati engkau. Mari kita belajar, suami tidak menipu istri dan istri juga tidak mengelabui suami. Suami istri perlu sungguh-sungguh jujur, transparan, belajar saling menghormati. Memang di Alkitab tertulis, air curian lebih manis rasanya.

Banyak orang yang merasa bahwa melakukan hubungan seks yang tidak sah itu begitu nikmat, begitu manis, baru setelah itu timbullah kepahitan yang tidak kunjung habis di sepanjang hidupnya. Ini menunjukkan bahwa melakukan hal itu adalah suatu kebodohan. Ketika saya masih di Tiongkok, ibu saya selalu memberikan buah zaitun kepada saya. Dia berkata, “Buah ini lain dari yang lain, karena ketika digigit pertama terasa asam, ada seperti rasa tidak enak, bijinya juga tajam sekali, sehingga kalau tidak hati-hati bisa menusuk gusi. Tetapi setelah mulai dikunyah dan ditelan, timbul rasa manis perlahan-lahan setelah itu.” Alkitab mengatakan, “Biarlah istrimu seperti pohon anggur dan anak-anakmu seperti tunas zaitun.” Itu berarti istri jangan suka berlaku galak karena laki-laki paling tidak tahan dengan istri yang galak. Bagaimanapun cantiknya seorang istri, saat dia galak, kecantikannya akan hilang delapan puluh persen. Perempuan yang lembut bagaikan pohon anggur. Dia cantik bukan karena polesan kosmetik, melainkan cantik yang memikat pria. Kebanyakan pria tidak suka diperlakukan kasar oleh istrinya. Mereka ingin diperlakukan lembut oleh kelembutan istrinya. Pokok anggur merupakan lambang Yesus saat Dia di dunia. Yesus berkata, “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Bapa-Kulah pengusahanya.” Yesus melambangkan diri-Nya sebagai pokok anggur, bukan pohon cemara yang besar atau pohon ara yang subur, karena Dia ingin menekankan kelembutan dan ketaatan-Nya kepada Bapa-Nya. Sebagaimana Kristus taat kepada Bapa dan Gereja taat kepada Kristus, kiranya begitu juga istri taat kepada suaminya dan memperlakukan suaminya dengan lembut. Lembut bukan berarti kompromi, melainkan lembut karena digerakkan oleh cinta kasih. Semakin engkau taat kepada suamimu, semakin suamimu akan mencintai engkau. Sebaliknya, semakin engkau mencintai istrimu, istrimu semakin rela taat kepadamu. Inilah dalil yang Alkitab nyatakan.

Sang Pencipta tahu, pria membutuhkan wibawa, gengsi, dan otoritas. Wanita yang Dia cipta membutuhkan perlindungan dan kasih yang lembut. Suami yang mengasihi istrinya dengan lembut mendapatkan hati istrinya dan membuat istrinya mau taat kepadanya. Demikian pula istri yang bijaksana, menghargai, dan menghormati suaminya akan disayang oleh suaminya. Dengan demikian, anak-anakmu akan seperti tunas zaitun. Buah zaitun luarnya lembut dalamnya keras. Itu berarti memiliki tulang di dalam dan lembut di luar. Inilah teknik menjalin hubungan dengan sesama yang sangat tinggi dan tidak mudah dicapai. Inilah beda manusia dengan kepiting. Kepiting tulangnya di luar dagingnya di dalam, sementara manusia dagingnya di luar tulangnya di dalam, sehingga kalau dua kepiting bersinggungan akan saling menghancurkan, tetapi manusia ketika bersinggungan akan lembut dan tidak menimbulkan masalah. Itu sebab, manusia harus keras di dalam, tetapi lembut di luar. Artinya, manusia harus punya prinsip yang tegas, tetapi bisa bersahabat dengan orang yang berbeda-beda. Sebagai orang Kristen, kita harus memiliki prinsip iman yang tidak mau kompromi, tetapi tetap harus bisa bersahabat. Di dalam peribahasa Tionghoa dikatakan, “Sikap yang lembut, namun prinsip yang kokoh.” Buah zaitun saat pertama digigit terasa asam dan sepat, tetapi lambat laun terasa manis. Demikian pula rumah tangga yang bahagia.

Istri saya setiap minggu beberapa kali mengatakan kepada anak-anak kami, “Bersusah-susah dulu, bersenang-senang kemudian.” Saat ini begitu banyak pasangan suami istri yang bercerai, padahal di zaman ini orang bebas memilih pacar dan tidak banyak yang dijodohkan seperti pada masa lampau. Tahukah Anda, bahwa di daerah California dan Florida, daerah yang cuaca paling nyaman di Amerika Serikat dan memiliki taraf kehidupan yang relatif sangat baik, tingkat perceraian melampaui 100% dari jumlah pasangan yang ada? Bisa melampaui 100% karena ternyata ada cukup banyak pasangan yang kawin cerai sampai beberapa kali. Dalam bukunya, Revolution of the Sex, Dr. Kingsley menyatakan bahwa revolusi seks di Amerika Serikat telah mengakibatkan kebebasan seks yang tidak terkontrol. Sekitar tahun 1969, delapan puluh lima persen gadis telah kehilangan keperawanannya pada usia 16 tahun. Yang terbanyak, lebih dari enam puluh persen melakukan hubungan seks di jok belakang mobil. Apakah orang yang bebas melakukan hubungan seksual akan bahagia hidupnya? Tidak!

Tuhan memerintahkan kita untuk tidak berzinah. Seorang yang berzinah pasti akan menderita kepahitan hidup. Tidak berzinah adalah aturan dan batasan yang Tuhan berikan untuk menjadi jaminan kelestarian hidup umat manusia dan kebahagiaan rumah tangga. Pada masyarakat kuno, orang-orang muda tidak mempunyai hak untuk memilih pacar sendiri atau menikah dengan orang yang dia sukai. Keluarga atau orang tuanyalah yang menentukan dengan siapa dia harus menikah. Dalam banyak kasus, anak hanya bisa menangis ketika memasuki kehidupan rumah tangga lewat paksaan yang pahit sekali. Ketika ibu saya berusia enam belas tahun, pada suatu hari ia pulang sekolah, ada tiga tamu di rumah. Sesampai di kamar, kakak perempuannya memberitahu dia, bahwa salah satu dari pria itu akan menjadi suaminya. Dia pun menangis. Tetapi kakaknya mengatakan, “Jangan menangis, jalani saja perintah papa dan mama.” Lalu ketika ia mengintip ketiga pria itu, semua jauh lebih tua darinya. Ia harus menikah dengan seseorang yang sudah berusia tiga puluh sembilan tahun, sementara ia sendiri belum genap tujuh belas tahun. Tetapi ayah saya adalah seorang yang sangat pandai. Dia menguasai sepuluh macam bahasa, bekerja sebagai General Manager dari sebuah perusahaan multinasional terbesar di Asia. Dalam kondisi delapan puluh tahun silam, keuntungan per tahunnya sudah mencapai enam puluh lima hingga delapan puluh juta dollar. Ayah saya dijuluki Doktor bisnis, karena dia menguasai bahasa Belanda, Inggris, Perancis, Mandarin, Indonesia, Jepang, Hokkian, Suatao, Shanghai, dan Canton. Dengan itu dia bisa berbisnis dengan sangat lincah dan hebat. Sementara anaknya kurang lincah dan kurang pandai, hanya bisa berkhotbah dalam empat bahasa. Anak saya lebih kurang lagi, karena tidak bisa berkhotbah dalam empat bahasa. Ini yang disebut, generasi berikut lebih kurang dari generasi sebelumnya. Karena papa dari mama saya pikir bahwa papa saya begitu pandai, maka ia menerima pinangan itu, dan mama saya harus menikah dengan papa saya. Tapi dari situlah Stephen Tong lahir. Jadi, awalnya masam tidak apa, akhirnya menjadi manis juga. Ada banyak yang awalnya manis, akhirnya berantakan.

Ada orang-orang yang Tuhan izinkan patah hati beberapa kali baru bisa menikmati cinta yang sungguh. Hidup ini memang mengandung banyak faktor “X” yang tidak bisa kita mengerti. Sebagai orang Kristen, hendaknya kita selalu berkata, “Tuhan, aku puas akan segala pengaturan-Mu, menerima apa pun yang Kau izinkan terjadi di dalam hidupku.” Ada orang-orang yang berkata, “Mengapa kekasihku yang begitu cantik meninggalkan aku? Mengapa aku harus patah hati?” Terkadang hidup itu begitu susah karena Tuhan sedang mempersiapkan engkau untuk bersusah-susah dulu dan bersenang-senang kemudian. Bersyukurlah kepada Tuhan. Dan pada saat Tuhan sudah memberi yang terbaik, biarlah kita belajar untuk hidup suci, menepati janji kita kepada Tuhan, bahwa kita tidak akan berzinah.

Perzinahan tidak pernah membawa kebahagiaan. Kenikmatan seksual di luar jalur nikah hanya memberi kesenangan sesaat, tetapi kemudian rumah tanggamu berantakan, hati nuranimu tak henti­-hentinya menuduh, anak-anakmu tak melihat contoh yang baik, jiwamu tercabik-cabik, karena tidak taat pada Tuhan, rumah tangga kita kehilangan kesaksian yang bermutu. Ada tiga tekanan yang membuat banyak suami istri sama-sama merasa kurang puas, tetapi tidak berani melangkah untuk bercerai, yaitu: 1) Tekanan agama. Saya orang beragama dan agamaku tidak mengizinkan aku bercerai; 2) Tekanan sosial. Kalau masyarakat tahu aku bercerai, reputasiku akan hancur; 3) Tekanan keluarga. Orang tua dan anak-anak membuat kita tidak berani bercerai. Ketiga tekanan ini adalah anugerah umum dari Tuhan. Kalau tidak ditahan oleh anugerah umum, akan banyak manusia yang berbuat sekehendak hatinya. Itu sebabnya, kita patut bersyukur kepada Tuhan akan kekangan itu. Tetapi tentunya ada orang yang karena tidak takut Allah, tidak takut masyarakat, dan tidak takut keluarga, tetap nekat memilih untuk bercerai. Kiranya Tuhan memelihara hati kita untuk senantiasa takut kepada-Nya, takut sesama, takut akibat-akibat perceraian, sehingga kita tidak sembarangan mengambil langkah yang salah ini.

John Dewey, William James, Charles S. Pierce, tiga tokoh yang memelopori Pragmatisme, sebuah arus filsafat baru abad ke-20, di Amerika. John Dewey menulis buku Revolution of Philosophy. Di segi etika, dia mengatakan, “Jika engkau berpikir tentang apa yang akan menjadi akibat dari tindakanmu, engkau akan lebih berhati-hati dalam bertindak.” Ini adalah dalil etika yang paling penting dari filsafat Dewey. Memikirkan akibat dari perbuatan kita adalah penahan dari kerusakan moral dan kebebasan kita. Waktu saya mempelajari filsafatnya, saya tahu itu bukan penemuan John Dewey. 3.450 tahun sebelum Dewey mengutarakan Golden Rule itu, Alkitab telah mencatat pernyataan yang Musa katakan sebelum dia meninggal dunia: “Aku berharap, umatku mau memikirkan akibat dari kelakuan mereka.”

Banyak orang berpikir, “Saya mau begini maka saya berbuat begini.” Mereka tidak pernah memikirkan terlebih dulu apa akibat dari perbuatannya. Pepatah orang Tionghoa berkata, “Pikirkan tiga kali dulu baru bertindak.” Pada umumnya, ketika seorang mau bercerai, dia tidak memikirkan akibatnya secara masak-masak, hanya berpikir, “Aku mau senang, aku ingin bebas, aku ingin mendapatkan perempuan yang lebih cantik, ingin menikmati kenikmatan seks yang lebih segar.” Sebaliknya pikirkan dan pikirkan lagi kalau kau bercerai, bagaimana perasaan istrimu, bagaimana dengan janjimu di hadapan Tuhan, bagaimana perasaan anak-anakmu saat mereka dicemooh oleh kawan-kawannya, bagaimana masa depan mereka? Orang yang dapat memikirkan kemungkinan yang terburuk, mengakibatkan dia memutuskan untuk mengurungkan niatnya bercerai dan mengambil langkah yang lebih baik.

Kita harus menghargai pernikahan, menghargai janji nikah, saling percaya dan saling memperbaiki. Jangan berpikir dan beranggapan bahwa jika ganti pasangan semuanya pasti akan beres. Tidak tentu demikian. Mungkin sekali pasangan yang baru akan lebih buruk dari sebelumnya, bagaikan lepas mulut serigala masuk ke mulut buaya. Ketika engkau bosan dengan istrimu dan beranggapan bahwa wanita lain akan lebih baik, sangat mungkin engkau akan kecewa. Perempuan lain, mungkin senyumnya terlihat menarik, tetapi engkau belum pernah mengalami ketika ia marah meledak-ledak begitu mengerikan. Sering kali kita lupa bahwa saat gunung yang di bawah laut meletus, jauh lebih mengerikan daripada gunung yang ada di permukaan bumi. Saat seorang gadis yang belum menikah, belum pernah melakukan hubungan seksual, mau menikah dengan engkau yang belum mempunyai apa-apa, itu menunjukkan jiwanya masih bersih dan murni sekali. Berhati-hatilah terhadap orang yang berani menyatakan cintanya setelah engkau sukses dan kaya, karena engkau tidak tahu sebenarnya dia mencintaimu atau mencintai kekayaanmu.

Ketika berusia lima belas tahun, saya membaca satu makalah yang bagus sekali, berjudul “Jika aku orang kaya.” Di dalam makalah itu ada dua pernyataan yang sangat berkesan, “Jika aku adalah orang kaya, aku tidak pernah tahu betapa manisnya roti yang kudapat lewat cucuran keringatku. Kalau aku adalah orang kaya, aku tidak pernah tahu, istriku menikah denganku karena mencintaiku atau menginginkan kekayaanku.” Yang penting harus kita ingat, Tuhan menginginkan kita hidup suci. Rumah tangga itu penting sekali. Banyak sekali godaan yang membuat suami istri berpikir untuk bercerai. Tetapi sebagai orang yang takut akan Tuhan, kita harus senantiasa mengingat: Jangan berzinah!  Amin.

Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong

Sumber : https://www.buletinpillar.org/transkrip/sepuluh-hukum-hukum-ketujuh-bagian-1#hal-1

Ringkasan Khotbah Sebelumnya :

Hukum pertama hingga keempat berbicara tentang hukum vertikal, menyatakan relasi antara Pencipta dan ciptaan.

Hukum 1 : Akulah Allah satu-satunya jangan ada ilah lain di hadapan-Ku

Hukum 2 : Jangan Menyembah Berhala

Hukum 3 : Jangan Menyebut Nama Tuhan Dengan Sembarangan

Hukum 4 : Kuduskan Hari Sabat

Hukum kelima mulai membahas relasi antara manusia dengan manusia yang Ia cipta.

Hukum 5 : Hormati Orang Tuamu

Hukum 6 : Jangan Membunuh